Ahad 26 Jul 2020 13:33 WIB

AS Utus Pejabat untuk Dorong Perdamaian Afghanistan-Taliban

Utusan AS untuk Afghanistan, Zalmay Khalilzad telah melakukan perjalanan ke Kabul.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Andri Saubani
 Seorang tentara Afghanistan di siluet selama sesi pelatihan untuk menunjukkan keterampilan kontra-terorisme mereka di distrik Gozara di Herat, Afghanistan, 21 Juli 2020.
Foto: EPA-EFE/JALIL REZAYEE
Seorang tentara Afghanistan di siluet selama sesi pelatihan untuk menunjukkan keterampilan kontra-terorisme mereka di distrik Gozara di Herat, Afghanistan, 21 Juli 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah mengirim utusan khusus untuk mendorong pembicaraan damai antara Pemerintah Afghanistan dan Taliban. Hingga kini proses tersebut masih belum menemui titik temu.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan utusan khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad telah melakukan perjalanan ke Kabul. Dia akan berusaha mendesak direalisasikannya kesepakatan pertukaran tahanan dan pengurangan kekerasan. Dua masalah itu yang menjadi penghambat utama dimulainya pembicaraan damai intra-Afghanistan.

Baca Juga

"Meskipun kemajuan signifikan telah dibuat pada pertukaran tahanan, masalah ini membutuhkan upaya tambahan untuk diselesaikan sepenuhnya," kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (25/7).

Pada Rabu (22/7) lalu, Khalilzad mengutuk serangan udara pasukan Pemerintah Afghanistan yang menewaskan 45 orang, termasuk warga sipil. Serangan itu dimaksudkan menargetkan kelompok Taliban di provinsi barat yang berbatasan dengan Iran.

Pekan lalu Taliban telah menolak seruan komunitas internasional untuk menerapkan gencatan senjata di Afghanistan. Mereka mengatakan, belum menemukan alternatif dari konflik yang masih berlangsung.

Juru bicara Taliban Zabiullah Mujahid mengungkapkan kesepakatan yang telah dicapai kelompoknya dengan AS di Doha, Qatar, pada Februari lalu, termasuk di dalamnya tentang dimulainya proses negosiasi intra-Afghanistan, diperlukan agar konflik dapat berkurang dan berakhir. "Jika ada yang mencari gencatan senjata sebelum perundingan, maka itu tidak masuk akal," kata Mujahid melalui akun Twitter pribadinya pada 12 Juli lalu.

Dia menekankan tentang pentingnya penyelesaian proses pertukaran tahanan Taliban. Setelah itu negosiasi intra-Afghanistan harus segera diluncurkan guna menemukan resolusi untuk konflik Afghanistan.

Sebelumnya, Presiden Afghanistan Mohammed Ashraf Ghani memperingatkan proses perdamaian di negaranya mungkin menghadapi tantangan serius jika Taliban melanjutkan perang. Dalam sebuah konferensi virtual dengan perwakilan dari 20 negara regional dan organisasi internasional, Ghani menekankan, meskipun pemerintahannya memiliki kapasitas dan kemauan politik untuk mengakhiri perang, ia telah menawarkan solusi politik kepada Taliban agar tak lagi melancarkan aksi kekerasan.

"Pemenang perdamaian adalah rakyat Afghanistan dan kawasan. Dukungan regional untuk sistem demokrasi di Afghanistan akan semakin memperkuat kerja sama regional," katanya.

Sejalan dengan perjanjian perdamaian AS-Taliban, Pemerintah Afghanistan seharusnya membebaskan lima ribu tahanan Taliban. Sebagai balasannya, Taliban akan melepaskan seribu pasukan keamanan pemerintah. Hal itu menjadi syarat jika pemerintah ingin meluncurkan negosiasi intra-Afghanistan.

Namun, proses pertukaran tahanan berjalan lamban dan akhirnya terhenti pada Mei lalu. Hal itu kemudian dibarengi melonjaknya aksi kekerasan oleh milisi Taliban. Menurut sumber resmi, Pemerintah Afghanistan menahan sekitar 12-15 ribu milisi, termasuk mereka yang berasal dari Pakistan, Asia Tengah, dan negara-negara Teluk. Sementara itu tak ada data pasti perihal berapa jumlah pasukan yang ditahan Taliban.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement