Friday, 10 Syawwal 1445 / 19 April 2024

Friday, 10 Syawwal 1445 / 19 April 2024

Bamsoet Soroti Maraknya Hoaks Selama Pandemi

Sabtu 25 Jul 2020 20:11 WIB

Red: Andi Nur Aminah

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo

Foto: istimewa
Korban hoaks di antaranya pernah menimpa para tenaga medis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti maraknya informasi salah dan hoaks di saat pandemi Covid-19 yang telah memakan korban. Salah satunya para tenaga medis.

Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/7) mencontohkan korban hoaks dan misinformasi ini, yakni hasil jajak pendapat yang dilakukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 terhadap 2.050 tenaga medis di seluruh Indonesia. Suvei yang dilakukan sejak April 2020 menemukan 135 tenaga medis mengaku diusir dari tempat tinggalnya.

Baca Juga

"Lalu ada 66 tenaga medis mendapat ancaman pengusiran, 140 tenaga medis dipermalukan karena bekerja di rumah sakit penanganan Covid-19, 160 tenaga medis dijauhi orang sekitar, dan 71 tenaga medis dijauhi keluarganya," kata Bamsoet saat Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada pelajar pecinta alam SMA 68 Jakarta.

Dia menjelaskan respons masyarakat terhadap para tenaga medis tidak lepas dari banyaknya hoaks dan misinformasi yang berseliweran di media sosial. Informasi yang beredar bahwa bahwa tenaga medis merupakan penyebar Covid-19.

Menurut dia, masyarakat bukan menyaring, namun malah mempercayai begitu saja dan kejadian itu hampir serupa di saat Pemilu 2019. Yaitu masyarakat cenderung mempercayai informasi yang keliru.

"Jika pun sudah diluruskan, mereka tetap tidak mau menerima karena telah terlebih dahulu percaya pada informasi yang menyesatkan tersebut," ujarnya.

Dia mengatakan misinformasi terbaru yang saat ini sedang hangat di media sosial adalah terkait termometer infrared atau thermo gun yang diklaim berbahaya bagi manusia. Menurut dia, informasi yang keliru menyebutkan penggunaan thermo gun yang ditembakkan di dahi untuk mengetahui suhu tubuh dianggap malah bisa membahayakan struktur otak manusia.

"Mudahnya masyarakat percaya dengan informasi serampangan tanpa dasar yang kuat, menandakan daya nalar kritis bangsa ini sedang di ujung tanduk," katanya.

Kondisi itu, menurut dia, menjadi peringatan dini bagi stakeholder dunia pendidikan duduk bersama mencari pola pembelajaran yang tepat guna mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat yang terkandung dalam pembukaan UUD NRI 1945.

Karena itu dia mendorong sekolah sebagai benteng ilmu pengetahuan senantiasa mengedepankan prinsip pendidikan literasi generik agar para siswa tidak hanya disibukan dengan hapalan. Tetapi juga mampu memiliki daya nalar kritis.

"Tantangan terbesar umat manusia saat ini khususnya dalam dunia pendidikan, adalah serangan hoaks dan misinformasi. Serangan hoaks dan misinformasi ternyata tidak hanya terjadi pada Pemilu saja melainkan juga disaat pandemi Covid-19 seperti saat ini," katanya.

 

Sumber : Antara
  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler