Jumat 24 Jul 2020 19:07 WIB

Pilkada Kala Pandemi, Bawaslu: Beban Penyelenggara Bertambah

Bawaslu mengatakan beban penyelenggara pilkada bertambah kala pandemi Covid-19.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Bawaslu Mochammad Afifudin
Foto: Republika/Prayogi
Anggota Bawaslu Mochammad Afifudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), M Afifuddin mengatakan beban penyelenggara pemilihan, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Bawaslu, bertambah pada Pilkada 2020 yang digelar saat pandemi Covid-19. Penyelenggara harus memastikan penerapan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19 dalam setiap kegiatan pemilihan.

"Tahapan ini kemudian diselimuti oleh Peraturan KPU terkait bagaimana pelaksananya dengan pengaturan pilkada di saat Covid. Nah ini menambah beban penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu," ujar Afif dalam diskusi virtual, Jumat (24/7).

Baca Juga

Afif mengatakan, Bawaslu akan mengawasi pelaksanaan pilkada dengan penerapan protokol kesehatan. Pengawasan ini dilakukan sesuai Peraturan Bawaslu Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengawasan, Penanganan Pelanggaran, dan Penyelesaian Sengketa Pilkad serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19. Dengan objek pengawasan berdasarkan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Pilkada serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19. 

Penyelenggara harus mengurusi protokol kesehatan, yang sebelumnya tak pernah dilakukan sepanjang pelaksanaan pilkada di Tanah Air. Bawaslu dan KPU juga harus menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi jajaran penyelenggara pilkada ad hoc di lapangan.

"Contoh di saat normal KPU tidak berpikiran bagaimana ngurusin masker, ngurusin hand sanitizer dan sebagainya. Sekarang harus berurusan," katanya.

Afif mengatakan, salah satu yang terjadi di lapangan terkait pemenuhan APD, siapa yang lebih dekat dan lebih cepat berkomunikasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah, akan mendapatkan APD lebih dahulu. Ia datang ke satu daerah ketika KPU meminta face shield atau pelindung wajah tetapi tak tersedia karena sudah diambil Bawaslu. Begitu juga sebaliknya.

"Artinya di bawah antara KPU, Bawaslu, yang punya komunikasi lebih cepat dengan Gugus Tugas daerah itu lebih cepat dapat. Ini kan tidak ideal masak rebutan. Harusnya kan sudah teralokasikan semua, itu contohnya," kata Afif.

Pengaturan tahapan pilkada memang tak banyak perubahan, kecuali tahapan kampanye dan pemungutan suara, itu pun karena alasan protokol kesehatan. Beberapa metode kampanye diupayakan melalui media daring dan pemungutan suara dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan ketat bagi petugas maupun pemilih.

Afif menyinggung, simulasi pemungutan suara yang digelar di kantor KPU RI pada Rabu (22/7) lalu. Menurut dia, waktu yang dibutuhkan satu pemilih untuk mencoblos sekitar dua menit, karena pemilih harus melewati pengecekan suhu tubuh dan mengenakan sarung tangan plastik sekali pakai.

Jika dihitung, dua menit dikali jumlah paling banyak pemilih dalam satu tempat pemungutan suara (TPS) 500 orang, maka dibutuhkan waktu 16 jam untuk menyelesaikan tahapan pencoblosan. Sedangkan, waktu pencoblosan berlangsung hanya enam jam, mulai pukul 07.00 sampai 13.00 waktu setempat.

"Ini juga kita sampaikan ke KPU kemarin, termasuk antrean-antrean itu memanjang dan proses memberikan sarung tangan itu ternyata makan waktu lumayan," kata Afif.

Selain itu, KPU Daerah juga harus mencari area yang luas untuk mendirikan TPS. Hal ini tentunya agar antrean pemilih maupun bilik suara dapat disesuaikan dengan aturan menjaga jarak minimal satu meter.

Kemudian, KPU Daerah juga harus menyediakan bilik suara khusus untuk mengakomodasi pemilih yang bersuhu tubuh lebih dari 37,3 derajat celsius. Tak hanya itu, sebelum pelaksanaan yang berurusan dengan masyarakat, jajaran petugas pun harus melakukan pemeriksaan rapid test atau tes cepat.

Hal tersebut sempat membuat pelaksanaan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan ditunda karena penyelenggara ad hoc harus melakukan tes terlebih dahulu. Penundaan ini memicu peristiwa pengrusakan kantor KPU Indramayu oleh massa pendukung bakal calon.

"Teman-teman KPU, teman-teman Bawaslu sedang repot urusan rapid, kejadian-kejadian misalnya di Indramayu, rapid dulu baru verfikasi faktual ada gejolak-gejolak sedikit," tutur Afif.

Diketahui, tahapan pilkada serentak tahun 2020 ditunda sejak Maret lalu karena pandemi Covid-19. Sehingga pemungutan suara di 270 daerah terdiri dari sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota digelar pada 9 Desember 2020. Waktu tersebut bergeser dari jadwal semula 23 September 2020. Setelah penundaan pada Maret, tahapan pemilihan kembali dilanjutkan mulai 15 Juni 2020.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement