Jumat 24 Jul 2020 05:29 WIB

Limbah Masker Ditemukan di Gunung Hingga Ciliwung

Limbah masker yang masuk golongan bahan beracun dibuang sembarangan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Karta Raharja Ucu
Limbah masker sekali pakai yang dibuang sembarangan.
Foto: EPA-EFE / GIUSEPPE LAMI
Limbah masker sekali pakai yang dibuang sembarangan.

REPUBLIKA.CO.ID,  Buang Sampah Medis dengan Benar Jadi PR Baru

JAKARTA -- Era pandemi Covid-19 melahirkan beragam masalah, salah satunya adalah meningkatnya limbah medis yang tidak dibarengi dengan pengelolaan yang efektif. Terlebih, limbah yang tergolong bahan berbahaya beracun (B3) ini belum dipahami secara luas dan seolah masih dianggap sebagai sampah biasa.

 

Limbah medis, seperti masker sekali pakai belakangan ini ditemukan di sungai Ciliwung oleh kelompok Komunitas Peduli Ciliwung. Suparno Jumar, seorang relawan Komunitas Peduli Ciliwung mengatakan, sampah masker sekali pakai baru terlihat di sungai Ciliwung saat masa pandemi. 

“Sekarang banyak sampah (limbah medis), contohnya masker sekali pakai N95. Lagi-lagi kita selalu tidak siap dan tidak melihat lingkungan sekitar, terutama keselamatan banyak orang. Ini berpotensi menimbulkan mata rantai penyebaran virus atau penyakit,” ungkapnya ketika dihubungi Republika.co.id.

Parno menuturkan, limbah masker sekali pakai yang dibuang secara sembarangan itu berbahaya, terutama bagi masyarakat sekitar aliran sungai yang bisa jadi terkontaminasi. Dia menambahkan, bahkan saat bertandang ke hulu sungai yang berada di bukit, ditemukan juga masker sekali pakai.

“Saya ke hulu sungai, saya kaget, masker sekali pakai ditemukan di gunung di jalur wisata alam,” ujarnya. 

Parno menerangkan permasalahan mendasar yang menyebabkan munculnya banyak limbah masker sekali pakai, atau limbah medis lainnya yang belakangan ini terlihat. Alih-alih faktor pandemi yang menyebabkan munculnya kebutuhan terhadap masker sekali pakai, Parno menekankan masalah utama yang sebenarnya terjadi adalah masih rendahnya kesadaran membuang sampah dengan benar.

Bahkan membuang sampah di tempatnya saja masih belum selesai, katanya, apalagi beralih untuk memahami pemilahan sampah berdasarkan kategori. Sehingga, limbah masker sekali pakai yang tergolong sampah berbahaya dan merupakan masalah baru itu tidak jua disadari.

“Kita ngawur menganggap semua sampah sama. Intinya kita belum selesai di level paling hulu, darimana sampah berasal,” terangnya.

Parno mengatakan, dia bersama para relawan lainnya mendorong pemerintah untuk sigap dan mengambil langkah pesuasif dalam penanganan limbah medis, terutama monitoring dan evaluasi. Misalnya, dengan penyediaan dropbox untuk sampah B3 dan pembagian plastik kuning untuk masker yang dimonitoring, agar tepat dan bermanfaat, lalu dievaluasi.

“Monitoring dan evaluasi perkembangannya harusnya tidak dianggap remeh,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement