Jumat 24 Jul 2020 05:23 WIB

Setumpuk Ancaman dari Limbah Masker Sekali Pakai

Limbah masker sekali pakai harus dibuang ke dalam tong sampah khusus.

Rep: Eva Rianti/ Red: Karta Raharja Ucu
Masker wajah yang dibuang di jalan raya di Roma, Italia, (26/5). Menurut laporan media, ahli lingkungan memperingatkan bahwa masker dan sarung tangan sekali pakai yang digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit coronavirus adalah polutan tambahan yang mengancam lingkungan
Foto: EPA-EFE / GIUSEPPE LAMI
Masker wajah yang dibuang di jalan raya di Roma, Italia, (26/5). Menurut laporan media, ahli lingkungan memperingatkan bahwa masker dan sarung tangan sekali pakai yang digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit coronavirus adalah polutan tambahan yang mengancam lingkungan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat lingkungan dari FPlk Institut Pertanian Bogor (IPB), Bidang Keahlian Ekotoksikologi, Etty Riani, mengatakan, limbah masker yang saat ini penggunaannya kian meningkat di masa pandemi dapat menimbulkan berbagai masalah. Di antaranya yang utama adalah ancaman faktor kesehatan jika limbah tersebut tidak dikelola dengan prosedur yang benar.

“Terkait pengelolaan limbah medis, yang dikhawatirkan adalah limbah yang berasal dari masyarakat. Banyak yang tidak paham (penanganannya), misalnya masker, mereka menggunakan sekali pakai,” ujarnya kepada Republika.co.id.

Etty berpendapat, hingga kini, sebagian masyarakat awam masih belum memahami cara menangani sampah masker sekali pakai, terutama tata cara membuangnya. Sebagai golongan jenis sampah berbahaya, masker sekali pakai seharusnya dikelola secara khusus.

Menurut para ahli, caranya adalah dengan mengguntingnya atau merusaknya terlebih dahulu. Setelah itu dibungkus dengan plastik dan dibuang di tong sampah khusus bahan berbahaya beracun (B3).

Sayangnya, sebagian masyarakat Indonesia belum memahaminya, dengan cukup membuangnya begitu saja, sama seperti membuang sampah biasa, bahkan tak jarang dibuang secara sembarangan. Sampah masker yang dibuang secara sembarangan akan berdampak pada lingkungan dan kesehatan, terlebih jika sampah masker tersebut sebelumnya digunakan oleh penderita Covid-19. 

Baca Juga: Setiap Bulan Ada 129 Miliar Limbah Masker Selama Pandemi

Selain masalah perilaku individu yang belum lulus soal tata cara membuang sampah masker. Etty juga mengungkapkan masalah lain yang kerap terjadi, yakni bahayanya masker bekas yang didaur ulang secara tidak higienis.

“Limbah medis harusnya dimusnahkan, yang seringkali bermasalah adalah diolah kembali, sayangnya, mereka (pendaur ulang) melakukan itu tanpa memperhatikan keselamatan penguna dan dirinya sendiri,” tuturnya, menambahkan bahwa tindakan tersebut biasa dilakukan secara ilegal.

Etty menjelaskan, pada proses daur ulang tersebut, faktor higienitas bisa saja tidak diperhatikan, misalnya jika bekas masker tidak dibersihkan dengan antiseptik. Sekalipun dilakukan pembersihan yang baik, masker yang sudah didaur ulang tanpa disadari juga bisa terkontaminasi dengan masker yang belum didaur ulang jika tidak dipilah dengan baik.

Tindakan itu tentu bisa merugikan konsumen. Tak hanya itu, pendaur ulang juga bisa dirugikan jika terkontaminasi virus saat bekerja.

Masalah lainnya selain dari perilaku masyarakat adalah kesiapan dan kesigapan dari pemerintah yang terbilang masih kurang. Etty menuturkan, ada sebagian masyarakat yang sudah memahami cara membuang limbah masker dan sampah lainnya yang tergolong B3, tetapi petugas kebersihan justru mengumpulkan sampah-sampah itu menjadi satu dengan sampah biasa.

Selain itu juga, pemerintah dinilai belum siap dalam menyediakan sarana pengolahan limbah medis yang memadai, misalnya dengan menyediakan teknologi pembakaran limbah yang efektif dan efisien. “Jadi sekalipun masyarakat sudah sadar, tapi pemerintah belum siap, ya percuma juga,” kataya.

Etty menyarankan, pemerintah menyiapkan insinerator dengan suhu di atas 1.000 derajat celcius untuk memusnahkan limbah medis. Dia tidak merekomendasikan insinerator dengan suhu yang lebih kecil karena menurutnya itu bisa menimbulkan masalah baru berupa pencemaran udara.  Jika pemerintah tidak mampu menyediakan, lanjutnya, pemerintah bisa bekerja sama dengan industri yang menggunakan alat tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement