Jumat 24 Jul 2020 03:14 WIB

BPPT: Kasus Covid-19 Sewaktu-waktu Masih Bisa Meledak

Tren penularan Covid-19 yang semakin tinggi menandakan situasi masih belum aman.

Tes usap (Swab Test) Covid19 di Ngagel, Surabaya, Jawa Timur, Senin (8/6/2020). Tren penularan Covid-19 di Indonesia yang semakin tinggi menandakan situasi masih belum aman.
Foto: Antara/Didik Suhartono
Tes usap (Swab Test) Covid19 di Ngagel, Surabaya, Jawa Timur, Senin (8/6/2020). Tren penularan Covid-19 di Indonesia yang semakin tinggi menandakan situasi masih belum aman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perekayasa utama dari model simulasi prediksi dampak normal baru dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sri Handoyo Mukti mengatakan, tren penularan Covid-19 di Indonesia yang semakin tinggi menandakan situasi masih belum aman. Ia menyebut, kasusnya sewaktu-waktu masih bisa meledak.

Sri menjelaskan, tren kasus baru Covid-19 menunjukkan masih terjadinya penularan di lapangan dan potensi penularan ke lebih banyak orang karena melihat jumlah populasi Indonesia. Kendati demikian, dia menyebut bahwa lamanya masa perawatan pasien di rumah sakit untuk proses penyembuhannya menjadi lebih singkat.

Baca Juga

"Pada awal-awal pandemi itu penyembuhan dalam 100 hari, sekarang ini sekitar dua hingga tiga pekan," kata Sri di Jakarta, Kamis.

Selain itu, Sri juga mengungkap sebanyak 80 persen dari seluruh kasus positif Covid-19 di Indonesia merupakan tanpa gejala. Sementara 20 persen lainnya mengalami gejala ringan, sedang, hingga berat. Dari 20 persen kasus positif yang terkonfirmasi tersebut, sebanyak 18 persen membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit.

Sri mengungkapkan, berdasarkan permodelan, fasilitas kesehatan saat ini tampak masih dapat menangani pasien Covid-19 yang membutuhkan perawatan. Namun, idealnya kapasitas rumah sakit harus menyediakan 50 persen tempat tidur kosong untuk antisipasi apabila terjadi lonjakan kasus di Inodonesia.

"Fasilitas kesehatan saat ini sudah tidak memiliki kendala dalam menangani pasien Covid-19 dibandingkan awal-awal terjadinya pandemi," kata Sri.

Menurut Sri, pola penularan virus pada awal pandemi hingga memasuki transisi normal baru ini masih sama. Namun, dia menekankan pola penularan kasus bisa berubah bergantung pada intervensi dan juga pola hidup maupun mobilitas masyarakat.

Pembatasan kontak fisik pada masa PSBB, menurut Sri, sebetulnya mampu menurunkan puncak kasus harian. Namun, kebijakan PSBB tersebut berimplikasi pada masalah lain, yaitu dampak ekonomi sosial sehingga terjadi tekanan ekonomi.

"Kalau pertumbuhan ekonomi terdampak, permasalahannya akan merembet ke masalah sosial, politik, budaya, pertahanan, dan keamanan," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement