Kamis 23 Jul 2020 22:00 WIB

Konsultan Properti CBD di Singapura Terancam Tenggelam

Mayoritas area Singapura berdiri di atas reklamasi dan tingginya kurang dari 5 meter.

Pekerja berjalan di kawasan distrik finansial Marina Bays Singapura. Kawasan pusat bisnis (CBD) di Singapura rentan tenggelam oleh air laut yang naik karena dampak pemanasan global.
Foto: AP
Pekerja berjalan di kawasan distrik finansial Marina Bays Singapura. Kawasan pusat bisnis (CBD) di Singapura rentan tenggelam oleh air laut yang naik karena dampak pemanasan global.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Kawasan pusat bisnis (CBD) di Singapura rentan tenggelam oleh air laut yang naik karena dampak pemanasan global, kata konsultan properti setempat CBRE dalam laporannya yang terbit, Kamis (23/7).

Konsultan itu menyebut 51 bangunan di atas tanah seluas 1,9 juta meter persegi (sekitar 20,8 juta kaki persegi) rentan terdampak banjir. Hal itu mengingat suhu permukaan bumi yang diprediksi akan naik sampai 1,5 derajat celsius.

Baca Juga

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui unit kerjanya di bidang perubahan iklim, menyebut naiknya suhu permukaan bumi kemungkinan terjadi pada 2030 sampai 2052.

CBRE menyebut Marina Bay merupakan daerah yang paling rentan terdampak banjir akibat tingginya permukaan air laut. Marina Bay merupakan area wisata dan pusat bisnis di Singapura yang dipenuhi banyak pencakar langit dengan nilai miliaran dolar.

Banyak distrik dan pusat bisnis di Singapura dibangun di atas tanah reklamasi dan tingginya kurang dari lima meter dari permukaan air laut. Di kawasan itu, banyak perusahaan multinasional membangun kantor perwakilan.

Jika suhu permukaan bumi naik sampai empat derajat celsius pada 2100, maka pusat bisnis seluas empat juta kaki di Singapura yang di atasnya berdiri 13 gedung akan ikut terancam, kata CBRE.

"Singapura rentan terdampak gelombang panas dalam waktu lebih lama, banjir rob, dan tingginya permukaan air laut akibat dampak perubahan iklm," tulis sejumlah analis CBRE dalam laporannya, seperti dilansir Reuters.

CBRE menyebut, meskipun Pemerintah Singapura telah menjalankan sejumlah langkah pencegahan untuk memitigasi dampak, kebijakan itu tidak menghapus seluruh risiko yang ada.

Menurut pemerintah setempat, biaya yang harus dikeluarkan untuk melindungi Singapura dari dampak tingginya permukaan air laut sebanyak 100 miliar dolar Singapura (sekitar Rp 1.047,6 triliun). Langkah pencegahan itu dilakukan lebih dari 100 tahun.

Pemerintah Singapura tahun lalu mengatakan pihaknya akan mengeluarkan 400 juta dolar Singapura (sekitar Rp 4,2 triliun) untuk memperbaiki dan memelihara saluran air serta memperkuat kesiapan menghadapi banjir.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement