Rabu 22 Jul 2020 21:39 WIB

Islam di Australia, Populasi Terus Bertambah dan Solid

Umat Islam di Australia terus tumbuh dan solid kepada negara.

Umat Islam di Australia terus tumbuh dan solid kepada negara. Bendera Australia.
Foto: abc
Umat Islam di Australia terus tumbuh dan solid kepada negara. Bendera Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, Meski minoritas, namun demografi pertumbuhan Muslim di Australia cukup menggembirakan. Berdasarkan "Old trend no leap of faith", demografi memiliki tren pertumbuhan yang relatif tinggi. Khususnya terkait adanya imigrasi. Mayoritas penganut Islam Australia merupakan penduduk di Kepulauan Cocos (Keeling).

Kebutuhan yang dirasakan untuk pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi di Australia menyebabkan meluasnya kebijakan imigrasi Australia dalam periode pasca-Perang Dunia II. Hal ini memungkinkan penerimaan sejumlah pengungsi Muslim yang mulai berdatangan dari Eropa, terutama dari Balkan, Bosnia, dan Herzegovina. Antara 1967 hingga 1971, sekitar 10 ribu warga Turki menetap di Australia di bawah perjanjian antara Australia dan Turki.

Baca Juga

Pada 1970-an dan seterusnya, ada pergeseran signifikan dalam sikap pemerintah terhadap migrasi. Pemerintah menjadi lebih akomodatif dan toleran terhadap perbedaan dengan mengadopsi kebijakan multikulturalisme.

Migrasi Muslim besar-besaran dimulai pada 1975, yakni migrasi dari Lebanon. Jumlah Muslim Lebanon mengalami peningkatan signifikan selama meletusnya Perang Saudara Lebanon. 

Yakni, dari 22.311 atau 0,17 persen dari populasi Australia pada 1971 menjadi 45.200 atau 0,33 persen pada 1976. Muslim Lebanon adalah kelompok Muslim terbesar dan tertinggi di Australia.

Pada awal abad ke-20, imigrasi Muslim ke Australia dibatasi untuk orang-orang keturunan Eropa. Hal ini didasari keputusan karena warga non-Eropa dilarang masuk ke Australia di bawah ketentuan kebijakan Australia Putih. 

Sensus nasional 2011 menyebutkan, populasi Muslim di Australia sebanyak 476.291 jiwa, atau 2,2 persen dari total penduduk Australia. Angka ini menempatkan Islam sebagai agama keempat, setelah Kristen (61,1 persen), Ateis (22,9 persen), dan Buddha (2,5 persen).

Menjadi minoritas di negeri asal kanguru itu, tak lantas membuat Muslim kehilangan nasionalisme mereka. Umat Islam memiliki kecintaan dan loyalitas terhadap bangsanya. Sikap ini menepis anggapan dan stigma negatif yang dilekatkan terhadap Muslim Australia.

Terlebih, akibat merebaknya Islamofobia belakangan ini menyusul sejumlah aksi teror oleh oknum yang mengatasnamakan Islam. Desember 2014 lalu, aksi penyanderaan terjadi di Lindt cafe di Martin Palce, Sydney, dan teror di luar markas polisi di Sydney, Australia, yang menewaskan dua orang.

Rentetan insiden itu memicu persepsi dan sikap miring publik Australia terhadap Islam dan Muslim. Diskriminasi dan aksi rasial menimpa Muslim di tempat-tempat umum. 

Menurut radioaustralia.net.au, akhir 2015 Islamofobia di Australia meningkat. Bentuknya beragam, seperti aksi vandalisme di Masjid  Newcastle, Australia, sementara Masjid Gallipoli di pinggiran Sydney menerima banyak telepon berisi pesan kebencian. 

Berbagai upaya ditempuh untuk membuktikan kecintaan komunitas Muslim terhadap Australia ke publik. Salah satunya adalah inisiasi bertajuk "Loyalty to Homeland" yang dikomandoi Asosiasi Muslim Australia. Dengan membagikan 500 ribu pamflet di penjuru negeri, delapan ribu di antaranya disebarkan di Canbera, organisasi ini menyuarakan kesetiaan Muslim Australia terhadap bangsanya. 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement