Rabu 22 Jul 2020 19:28 WIB

Kemendikbud Harus Buka Kriteria Seleksi Organisasi Penggerak

Pengunduran diri NU dan Muhammadiyah mempengaruhi legitimasi Organisasi Penggerak.

Rep: Inas Widyanuratikah  / Red: Ratna Puspita
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda
Foto: Dok Istimewa
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil seleksi Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memicu kontroversi publik. Selain masuknya dua yayasan yang terafiliasi ke perusahaan-perusahaan besar, banyak entitas baru di dunia pendidikan lolos seleksi program.

Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah menyatakan mundur dari kepesertaan POP sebagai bentuk protes. "Kami mendesak Kemendikbud membuka kriteria-kriteria yang mendasari lolosnya  entitas pendidikan sehingga bisa masuk POP. Dengan demikian publik akan tahu alasan kenapa satu entitas pendidikan lolos dan entitas lain tidak," ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Rabu (21/7).

Baca Juga

Dia menjelaskan hasil seleksi POP banyak mendapatkan respons negatif dari publik. Salah satu contohnya, lembaga pendidikan milik PBNU dan PP Muhammadiyah mundur dari program tersebut. 

Padahal, LP Ma'arif PBNU dan Majelis Pendidikan PP Muhammadiyah merupakan dua entitas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan Indonesia. "Pengunduran diri NU dan Muhammadiyah dari program ini menunjukkan jika ada ketidakberesan dalam proses rekruitmen POP," kata dia.

Huda mengatakan Kemendikbud tidak bisa memandang remeh fenomena pengunduran diri LP Ma'rif NU dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah dari POP. Menurutnya dengan rekam jejak panjang di bidang pendidikan, pengunduran diri NU dan Muhammadiyah bisa mempengaruhi legitimasi dari POP itu sendiri. 

Ia menegaskan Kemendikbud tidak bisa beralasan jika proses seleksi diserahkan kepada pihak ketiga sehingga mereka tidak bisa ikut campur. Menurutnya Kemendikbud tetap harus melakukan kontrol terhadap mekanisme seleksi, termasuk proses verifikasi di lapangan. 

"Pendidikan merupakan salah satu pilar kehidupan bangsa. Keberadaannya telah eksis sejak sebelum kemerdekaan. Tentu kita akan dengan mudah bisa membedakan mana entitas pendidikan yang telah berpengalaman mana entitas pendidikan baru yang baru eksis dalam empat lima tahun terakhir," kata dia lagi.

Politisi PKB menyatakan, dalam seleksi POP harus mempunyai keberpihakan kepada ormas-ormas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan di Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari jaringan sekolah yang mereka miliki, jumlah pendidik yang terafiliasi, hingga komitmen terhadap NKRI dan Pancasila. 

"Kalau dalam pandangan kami tidak bisa POP ini kita serahkan ke pasar bebas dalam proses seleksinya. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan khusus karena sekali lagi ini POP ini juga merupakan bagian dari upaya untuk memberdayakan masyarakat," ujar Huda. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement