Rabu 22 Jul 2020 12:39 WIB

China Tolak Sanksi AS terhadap 11 Perusahaan Terkait Uighur

China menilai sanksi AS mencampuri urusan dalam negerinya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Menara penjaga dan pagar kawat berduri mengelilingi fasilitas penahanan di Kunshan Industrial Park, Artux, Xinjiang. Associated Press telah menemukan bahwa pemerintah Cina sedang melaksanakan program pengendalian kelahiran yang ditujukan untuk warga Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, bahkan ketika sebagian besar penduduk Han di negara itu didorong untuk memiliki lebih banyak anak. Langkah-langkah tersebut termasuk penahanan di penjara dan kamp, seperti fasilitas ini di Artux, sebagai hukuman karena memiliki terlalu banyak anak.(AP Photo/Ng Han Guan, File)
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Menara penjaga dan pagar kawat berduri mengelilingi fasilitas penahanan di Kunshan Industrial Park, Artux, Xinjiang. Associated Press telah menemukan bahwa pemerintah Cina sedang melaksanakan program pengendalian kelahiran yang ditujukan untuk warga Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, bahkan ketika sebagian besar penduduk Han di negara itu didorong untuk memiliki lebih banyak anak. Langkah-langkah tersebut termasuk penahanan di penjara dan kamp, seperti fasilitas ini di Artux, sebagai hukuman karena memiliki terlalu banyak anak.(AP Photo/Ng Han Guan, File)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China menentang keputusan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada 11 perusahaan asal negaranya karena dianggap terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga Uighur di Xinjiang. Beijing menilai langkah tersebut telah mengintervensi urusan dalam negerinya.

"Dengan dalih 'HAM', AS telah menyalahgunakan langkah-langkah pembatasan ekspor dan menempatkan perusahaan-perusahaan China itu dalam daftar entitasnya. China dengan tegas menentang praktik ini karena melanggar norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, mencampuri urusan dalam negeri China, dan merusak kepentingan China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Wang Wenbin pada Selasa (21/7), dikutip laman resmi Kemlu China.

Baca Juga

Wenbin mengklaim AS tidak peduli tentang HAM. Tujuan sebenarnya dari Washington adalah menindas perusahaan-perusahaan China, mengganggu stabilitas Xinjiang, dan memfitnah kebijakan China atas Xinjiang. Menurutnya, komunitas internasional mengetahui hal itu dengan sangat jelas.

"Kami mendesak AS untuk memperbaiki kesalahannya, menarik keputusan ini, dan berhenti mengintervensi urusan dalam negeri China. China akan terus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingan sah perusahaan kami," ujar Wenbin.

Pada Senin (20/7) lalu, Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada 11 perusahaan China yang dianggap terlibat dalam pelanggaran HAM terhadap etnis minoritas Uighur di Xinjiang. Seluruh perusahaan tersebut akan dibatasi untuk mengakses barang-barang asal Washington, termasuk komoditas dan teknologi.

Sebanyak 11 perusahaan China yang dijatuhi sanksi adalah Changji Esquel Textile Co Ltd, Hefei Bitland Information Technology Co Ltd, Hefei Meiling Co Ltd, Hetian Haolin Hair Accessories Co Ltd, Hetian Taida Apparel Co, Ltd, KTK Group, Nanjing Synergy Tekstil Co Ltd, Nanchang O-Film Tech dan Tanyuan Technology Co Ltd. Mereka dituding melakukan pelanggaran HAM terhadap Uighur yakni berupa penahanan massal secara sewenang-wenang, kerja paksa, dan  pengumpulan data biometrik tidak secara sukarela. Perusahaan-perusahaan itu pun dituduh menjalankan analisis genetik yang menargetkan kelompok minoritas Muslim di Xinjiang.

Menteri Perdagangan AS Wilbor Ross mengungkapkan penerapan sanksi terhadap 11 perusahaan tersebut bertujuan untuk memastikan barang-barang negaranya tidak dipakai oleh rezim China yang represif. "Beijing secara aktif mempromosikan praktik kerja paksa yang tercela dan skema pengumpulan serta analisis DNA yang kejam untuk menekan warganya. Tindakan ini akan memastikan bahwa barang dan teknologi kami tidak digunakan dalam serangan tercela Partai Komunis China terhadap populasi minoritas Muslim yang tak berdaya," ujar Ross, dikutip laman the Washington Post. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement