Senin 20 Jul 2020 17:01 WIB

Jiwasraya dan Dana Pensiun Jadi Catatan BPK untuk Pemerintah

Ada 31 temuan masalah dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2019.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Seorang teller melayani nasabah di kantor pelayanan Jiwasraya.
Foto: Dok. Republika
Seorang teller melayani nasabah di kantor pelayanan Jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan ada 31 temuan masalah dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) tahun 2019 yang hasilnya disampaikan kepada Presiden Jokowi di Istana Negara, Senin (20/7) ini. Dari 31 temuan tersebut, ada 13 poin yang dibacakan oleh BPK.

Meski opini wajar tanpa pengecualian (WTP) diganjarkan kepada laporan keuangan pemerintah, BPK tetap menggarisbawahi bahwa pemerintah harus menindaklanjuti 13 temuan masalah yang dimaksud.

Baca Juga

"Penting untuk ditekankan bahwa dengan opini wajar tanpa pengecualian tidak berarti LKPP bebas dari masalah," ujar Ketua BPK Agung Firman Sampurna, Senin (20/7).

Dari 13 temuan masalah yang disampaikan, ada dua poin yang cukup menarik. Pertama, BPK memandang bahwa kewajiban pemerintah selaku Pemegang Saham Pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur/diestimasi.

Kedua, BPK menyebutkan bahwa pengungkapan kewajiban jangka panjang atas program pensiun pada LKPP tahun 2019 sebesar Rp 2.876,76 triliun belum didukung Standar Akuntansi.

"Penting untuk kami sampaikan, bahwa khusus untuk temuan program pensiun. Masalah ini telah terjadi bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun," ujar Agung.

Menurutnya, temuan pemeriksaan yang disampaikannya bisa menjadi pembuka jalan bagi pemerintah untuk melakukan perubahan besar-besaran, bahkan reformasi dalam pengelolaan dana pensiun.

"Reformasi pengelolaan dana pensiun selanjutnya merupakan bagian penting yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan Jiwasraya dan Asabri," ujar Agung.

Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana menutup PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Penutupan Jiwasraya tak lepas dari kondisi Jiwasraya yang dinilai sudah tidak mampu lagi untuk membayar utang-utangnyanya.

"Utang-utang Jiwasraya lebih besar daripada asetnya sehingga yang paling memungkinkan ialah membentuk perusahaan baru. Perusahaan baru itu pun di bawah holding asuransi sehingga secara keuangan pun lebih sehat dibandingkan Jiwasraya," Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan rencana saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (13/7).

Nantinya, lanjut Arya, seluruh aset Jiwasraya akan dibeli oleh perusahaan asuransi baru tersebut. Pun dengan nasabah Jiwasraya akan dipindahkan ke perusahaan asuransi tersebut setelah adanya restrukturisasi.

Jiwasraya sangat berat untuk bertahan dengan kondisi keuangan dan utang yang begitu besar. Oleh karena itu, pembentukan perusahaan asuransi yang baru menjadi jalan keluar dalam menyelesaikan persoalan yang membelit Jiwasraya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement