Sabtu 18 Jul 2020 23:27 WIB

Opsi-Opsi Pengalihan Pembayaran Utang: Wajib Hingga Sunnah

Terdapat opsi hukum pengalihan pembayaran utang menurut fiqih Islam.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Terdapat opsi hukum pengalihan pembayaran utang menurut fiqih Islam. Ilustrasi utang.
Foto: Republika/Musiron
Terdapat opsi hukum pengalihan pembayaran utang menurut fiqih Islam. Ilustrasi utang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Akad hawalah (pengalihan utang) memiliki dalil lengkap dari semua sumber hukum Islam, mulai dari Alquran, sunnah, ijma, dan qiyas. 

Ustadz Syafri Muhammad Noor mengatakan, apakah wajib menerima akad hawalah dari orang yang punya utang kepadanya, atau pemilik piutang (muhal) boleh memilih antara menerima atau menolaknya? 

Baca Juga

"Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih pandangan menjadi tiga pendapat. Wajib, mustahab, dan boleh, " katanya dalam bukunya "Akad Hawalah Fiqih Pengalihan Hutang".

Pendapat wajib

Menurut pendapat yang masyhur dalam Mazhab Hanbali dan Zhahiriyah, ketika orang yang mempunyai utang mengalihkan hutangnya kepada orang lain, maka wajib hukumnya bagi orang yang mempunyai piutang tersebut untuk menerima akad pengalihan hutangnya (hawalah).  

Hal ini berdasarkan pada sabda nabi yang berbunyi: "Hendaklah menerima" dimaknai sebagai perintah yang wajib dilaksanakan.  

Pendapat mustahab

Kebanyakan ulama Hanafiah, Malikiyah, dan Syafiiah menyatakan bahwa hukum menerima pengalihan utang ke orang lain adalah mustahab. Ibnu Mulaqqin (w 804 H) menjelaskan dalam kitabnya:

“Dalam Madzhab Syafii dan selainnya dinyatakan bahwa jika utangnya dialihkan kepada orang yang mampu membayarkannya, maka dianjurkan kepada orang yang mampu tersebut untuk menerimanya. Dan para ulama tersebut memahami perintah dalam hadits tentang pengalihan hutang sebagai anjuran saja (tidak sampai wajib), karena hal tersebut termasuk mempermudah urusannya orang yang sedang kesusahan.”

Imam Qurtubi juga memperkuat penjelasannya: “Perintah (dalam hadits tentang pengalihan utang) dipahami mayoritas ulama sebagai anjuran, karena termasuk perbuatan yang baik dan mempermudah urusannya orang yang kesulitan.”

Pendapat yang membolehkan

Sedangkan menurut pendapat ulama Hanafiah, sebagian ulama Malikiah dan Syafiiah menganggap bahwa menerima hawalah dari orang yang berutang kepadanya adalah diperbolehkan, boleh untuk menerima, boleh juga untuk tidak menerima. "Tidak sampai pada hukum sunnah atau bahkan wajib," katanya.

Ibnu Humam menjelaskan dalam kitabnya "Pendapat yang benar adalah perintah tersebut bersifat kebolehan, dan hadits tersebut merupakan dalil atas dibolehkannya secara syariat untuk mengalihkan utang."

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement