Sabtu 18 Jul 2020 05:11 WIB

Orang Armenia di Jakarta Jual Gereja Abad ke-18

Bekas bangunan Gereja Armenia itu kini menjadi bagian dari Gedung Bank Indonesia.

Gereja St. John yang didirikan Komunitas Orang Armenia di Batavia. Gereja ini dibangun pada 1852, namun dijual kepada Pemerintah Indonesia dan pada 1961 dibongkar setelah Gedung BI selesai dibangun.
Foto:

Ketika gereja itu dibangun jalan di sekitar gereja masih tanah liat. Jalan Thamrin baru dibangun dan menjadi salah satu jalan protokol utama di Jakarta pada awal 1960 menjelang diselenggarakannya Asian Games 1962 di Jakarta. Lokasi gereja dipersimpangan Koningsplein Zuid (Medan Merdeka Selatan), Koningsplein West (Medan Merdeka Barat) dan Gang Scott (Jalan Budi Kemulian).

Penyandang dana terbesar adalah dua bersaudara, Nyonya Mariam Arathoon, janda Jacob Arathoon dan Nona Togouchie Manouk. Kedua bersaudara ini mendapat warisan sebesar lima juta gulden dari saudaranya yang bujangan seorang saudagar, Gevorg Manouk yang meninggal di Batavia pada 2 Oktober 1827 dalam usia 60 tahun. Dia dimakamkan di pemakaman Kristen Kober, Tanah Abang, yang kini menjadi Museum Prasasti.

Kevork/Gavork (George) Manouk(ian) Manuchariants atau biasa disingkat George Manook adalah seorang pengusaha terpandang di Batavia. Ia menjalin pertemanan dengan para petinggi VOC.

Sekitar tahun 1950-1960 jumlah komunitas orang Kristen Armenia di Jakarta sekitar 400-an jiwa. Bahkan, komunitas mereka nyaris punah pada 1970-an. Karena kesulitan menggalang dana untuk gereja, akhirnya mereka menjual bangunan gereja kepada Pemerintah Indonesia pada 1961.

Menurut arkeolog sekaligus sejarawan, Chandrian Attahiyat, pemerintah pun diizinkan membongkar gereja setelah bangunan gedung BI di Thamrin selesai dibangun pada 1962. Gedung BI berlantai 30 itu didirikan mengantikan gedung BI di depan Stasiun Beos Kota. Gereja Armenia pun akhirnya dibongkar untuk pelebaran jalan.

Meskipun jumlahnya tidak banyak, rasa solidaritas sosial warga Armenia sangat tinggi, terutama terhadap para yatim, janda, dan warga lanjut usia. Komunitas Armenia pun membentuk Yayasan Haikia Miabanoe-thioen. Setelah perang dunia ke-II, banyak warga Armenia di Jakarta meninggalkan Indonesia menuju Amerika Serikat.

Sejarawan Jakarta, Alwi Shahab pernah bercerita, pria Armenia berwajah tampan, sementara perempuannya cantik. Di bagian muka Gang Scott (Jl Budi Kemuliaan) kira-kira di bagian belakang Gedung Perumtel, pernah ada satu orang gadis Armenia yang cantik jelita. Setelah menjadi mualaf, gadis itu bersalin nama menjadi Farah.

Farah, kata Abah Alwi, kemudian menikah dengan pengusaha keturunan Arab terkenal: Saleh Bisyir. Sayangnya Saleh Bisyir, dermawan yang memagar makam wakaf di Tanah Abang ini meninggal dalam usia muda. Kemudian istrinya menikah dengan salah seorang menteri kabinet pembangunan pada masa Pak Harto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement