Jumat 17 Jul 2020 20:43 WIB

Akibat Covid-19, Angka Kemiskinan Diprediksi Naik Dua Digit

Dekan IPB menyebut peningkatan angka kemiskinan akan lebih besar di Pulau Jawa

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kemiskinan, ilustrasi.  Angka kemiskinan diprediksi akan meningkat dua digit pada tahun ini akibat COVID-19.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Kemiskinan, ilustrasi. Angka kemiskinan diprediksi akan meningkat dua digit pada tahun ini akibat COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka kemiskinan diprediksi akan meningkat dua digit pada tahun ini akibat COVID-19. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 adalah sebesar 9,78 persen dari 9,22 persen pada September 2019.

Menurut Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Prof Dr R Nunung Nuryantono, peningkatan penduduk miskin akibat pandemi akan lebih besar di Pulau Jawa.

"Kalau dilakukan survei lagi September 2020, prediksi saya akan meningkat dua digit jumlah penduduk miskin. Tapi memang yang paling banyak peningkatan Jumlah penduduk miskinnya di Jawa," kata Prof Nunung dalam diskusi via Zoom, Jumat (17/7).

Hal ini karena Pulau Jawa memberikan kontribusi perekonomian sekitar hampir 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pulau Jawa juga memiliki industri yang berkembang yang kini terdampak oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

 

Selain itu, masyarakat di Pulau Jawa umumnya memiliki pekerjaan dengan pendapatan harian. Akibatnya mereka yang terdampak akan terdorong ke garis kemiskinan.

Masyarakat di pedesaan yang menjadi yang paling terdampak dalam situasi ini. Saat ini indeks kedalaman kemiskinan meningkat dari 2,11 persen pada September 2019 jadi 2,21 pada Maret 2020.

Kedalaman kemiskinan adalah rata-rata jarak pendapatan dengan batas garis kemiskinan. Artinya jumlah orang yang jarak pendapatannya dari batas kemiskinan lebih banyak. Ini perlu lebih diperhatikan karena naiknya cukup tinggi dibandingkan Indeks Keparahan Kemiskinan yang naik 0,02 persen menjadi 0,55 persen pada Maret 2020.

Untuk mengatasinya, ia menyarankan pendekatan kapabilitas yang dinilai sangat relevan dengan kondisi ini. Pendekatan ini yaitu bagaimana kita memberikan kepercayaan kepada masing-masing individu bahwa mereka memiliki kemampuan.

"Tinggal bagaimana pemerintah memberikan daya ungkit agar kemampuan individu-individu itu muncul dengan berbagai kreativitasnya," kata Prof Nunung.

Dia mencontohkan, apabila seseorang masuk kategori miskin kelompok D, ia perlu didukung A-Z. Kemudian tahun berikutnya dievaluasi apalah kelompok itu meningkat kapasitasnya. Apabila meningkat, tidak lagi perlu diberikan A-Z, tetapi berkurang menjadi jadi A-F. Artinya beban pemerintah berkurang asal monitor betul- betul dilaksanakan.

"Jadi di beberapa provinsi dengan Covid ada yang menarik: jogo kampung, desa siaga dst. Ini bisa digunakan untuk betul-betul sebagai basis monitoring," jelas Prof. Nunung.

Menurutunya, hal ini juga bisa dimanfaatkab oleh Kominfo. Selain itu, bisa juga memanfaatkan masa KKN para mahasiswa di daerah domisili untuk membantu data dan identifkasi supaya tidak terjadi kesalahan.

"Kalau ini dilakukan secara terus- menerus saya yakin dalam 2024 extreme poverty yang ditargetkan itu bisa tercapai. Tapi harus jelas program dan semuanya," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement