Jumat 17 Jul 2020 18:36 WIB

Belajar Tabayyun

Tabayyun bukan menyepelekan berita, tetapi cermat dan tidak tergesa-gesa.

Belajar Tabayyun
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Belajar Tabayyun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Al-Walid bin Uqbah diutus Nabi ke Bani Musthaliq menagih zakat. Karena terjadi kesalahpahaman, Al-Walid tidak sampai ke lokasi tujuan.

Berkembanglah berita kalau kaum Musthaliq tidak mau membayar zakat, malah bermaksud membunuh Nabi. Rasulullah sempat marah dan mengutus Khalid bin Walid. Al-Walid ternyata kurang cermat, hingga datang utusan resmi Bani Musthaliq memberikan kesaksian dan komitmen mereka tetap setia membayar zakat.

Baca Juga

Menurut riwayat, berkaitan dengan peristiwa Al-Walid dan Bani Musthaliq itulah turun ayat ke-6 Surat Al-Hujarat. Terjemahan ayat tersebut: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu” (Qs Al-Hujurat: 6).

Dalam sejarah Islam banyak peristiwa yang terjadi untuk menciptakan suasana kacau dan konflik di tubuh kaum muslimin. Abdulah bin Ubbay sering membikin gaduh di Madinah.

Siasat bulusnya sering mengancam keutuhan kaum Muslimun. Dia bahkan sempat mengadu-domba sesama umat Islam dengan membangkitkan sentimen antarkabilah, sehingga nyaris bentrok fisik. Banyak peristiwa dia tumpangi, hingga dikenal sebagai tokoh kaum munafiq terbesar sepanjang sejarah.

Anak tercintanya tak kuat menanggung malu. Dia meminta izin kepada Nabi untuk membunuhnya, agar urusan umat Islam selesai. Namun Nabi dengan santun menolaknya.

Kenapa Rasulullah membiarkan tokoh nifaq itu hidup? Nabi menyatakan, apalah jadinya jika dia dibunuh, nanti sejarah akan mencatat bahwa seorang Rasul akhir zaman membunuh umatnya sendiri. Sebab, apa pun Abdullah bin Ubbay tetap tercatat sebagai orang Islam.

Nabi Muhammad dikenal santun dan memiliki sifat kasih sayang luar biasa. Namun beliau juga tegas, taktis, dan cermat.

Ghirah keislamannya yang melekat dengan kenabian dan kerasulannya tidak membuat baginda Nabi bertindak serampangan. Beliau mengajarkan umatnya tabayyun, selalu cermat dan teliti dalam menghadapi segala berita dan peristiwa, dengan memastikan kebenarannya, lalu bertindak adil dan ihsan.

Menurut  Ibnul Qoyyim, berkaitan dengan Al-Hujarat ayat ke-6, sesungguhnya Allah tidak memperintahkan menolak berita dari orang fasiq dan tidak pula menyuruh mendustakannya, tetapi menolaknya sebagai saksi secara umum. Akan tetapi jika kefasiqannya karena sering berdusta dan mengulang-ulang kedustaannya, dan sekiranya bohongnya lebih banyak dari pada benarnya, maka kabarnya dan persaksiannya tidak boleh diterima.

Sayyid Qutb menyatakan, adabul abdi unwanu aqlihi, bahwa kualitas akal itu cermin dari keadaban seseorang. Kemampuan tabayyun menunjukkan keunggulan akal dan keadaban kaum Muslim. Tabayyun bukan menyepelekan berita, tetapi cermat dan tidak tergesa-gesa. Sebab, tergesa-gesa itu sifatnya syeitan, sedangkan tabayyun itu perintah Allah, begitulah sabda Nabi yang diriwayatkan dari Qatadah.

Kini melalui dunia digital atau virtual yang dahsyat orang gampang men-share berita,  video, dan foto yang bermacam ragam. Lebih hebat karena apapun gampang menyebar dengan supercepat dan tidak jarang ekstrem. Ada berita lama yang direproduksi seolah terjadi sekarang. Banyak berita benar, tetapi hati-hati tidak sedikit yang salah dan keliru. Mungkin juga terkandung berita-berita palsu untuk provokasi. Jangan mudah menerima, sebaliknya jangan seraya menolak tanpa alasan. Berlakukanlah hukum tabayyun!

https://www.suaramuhammadiyah.id/2016/01/29/belajar-tabayyun/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement