Jumat 17 Jul 2020 16:22 WIB

Menaker Ida Fauziyah Raih Gelar Doktor dari IPDN

Menaker memaparkan disertasi terkait implementasi pengarusutamaan gender

Menaker Ida Fauziyah usai mengikuti sidang promosi doktoral Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Foto: Dok Istimewa
Menaker Ida Fauziyah usai mengikuti sidang promosi doktoral Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah resmi mendapat gelar doktor bidang ilmu pemerintahan setelah lulus dalam sidang promosi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada hari ini.

"Keluarga Besar @KemnakerRI mengucapkan selamat dan sukses kepada Ibu Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si., atas Promosi Doktor Bidang Ilmu Pemerintahan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)," tulis akun media sosial resmi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemanker) pada Jumat (17/7) siang.

Baca Juga

Menaker berhasil meraih gelar doktor setelah memaparkan hasil penelitian disertasi berjudul "Implementasi Pengarusutamaan Gender dalam Tugas dan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia" dalam sidang yang diuji oleh Prof. Dr. Bahrullah Akbar M.B.A., Prof Dr I Nyoman Sumaryadi, MSi, dan Prof. Dr. Khasan Effendy, MPd, menurut siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta pada Jumat.

Turut hadir menyaksikan sidang doktoral tersebut adalah Ketua DPR RI Puan Maharani, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya. Gelar doktor itu didapat mantan anggota DPR 1999-2018 itu tepat di hari ulang tahun ke-51, yang jatuh pada hari ini.

Dalam disertasinya, Menaker Ida Fauziah menyoroti terkait kesetaraan dan keadilan gender dalam politik, terutama terkait keterwakilan perempuan di parlemen yang dianggap kurang terutama pasca reformasi.

Padahal pada tahun 2000, presiden Abdurrahman Wahid sudah mengeluarkan inpres No. 9 terkait pengarus utamaan gender, namun faktanya penerapan di lapangannya masih belum optimal.

Masih terdapat kesenjangan antara peran pria dan wanita dalam politik. Di parlemen misalnya, hal ini justru masih belum dijalankan secara optimal. Bahkan masih ada pandangan dari beberapa anggota DPR kala dia masih duduk di parlemen yang menganggap bahwa pengarusutamaan gender bertentangan dengan nilai agama.

Dia berharap penelitiannya ini dapat membantu mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia dan mampu diadopsi lembaga pemerintah dan organisasi di Indonesia. Termasuk, menjadi rujukan bagi anggota parlemen perempuan mampu memperjuangkan pengarus utamaan gender di parlemen.

Hal ini karena kesenjangan lelaki dan perempuan masih terjadi di Indonesia. Relasi perempuan dan lelaki di negara ini masih tidak berimbang, dimana perempuan dianggap hubungan sosialnya hanya terkait dapur, kasur dan sumur. Beberapa kendala yang membuat pengarus utamaan gender belum bisa berjalan di Indonesia karena yang pertama sistem pendidikan, dimana rata-rata Pendidikan masyarakat di Indonesia, terutama perempuan masih cukup rendah, kemudian juga sistem politik yang kurang mengakomodir perempuan.

Oleh karena itu, Menaker menyampaikan tiga poin yang bisa diharapkan dari disertasinya tersebut.

1. Membangun kerangka dasar bagi upaya kesetaraan gender yang bertumpu pada kearifan dan budaya nusantara

2. Memperkuat regulasi mengenai pengarusutamaan gender di Indonesia untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia

3. Memeperkuat Gerakan sosial perempuan baik di ranah sosial kebudayaan maupun politik kenegaraan

Dia tidak lupa menegaskan, bahwa sebagai orang yang lahir dan besar dalam Gerakan perempuan di pesantren dan sekolah, dirinya selalu fokus terhadap pergerakan perempuan dan isu kesetaraan gender.

Saat ini, dengan menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan, dia bisa mendapatkan kesempatan untuk menerapkan isu ini dalam bentuk kebijakan.

Dalam sidang tersebut, salah satu promotor, Prof Dr Hassan Efendy memberikan kenang-kenangan wejenang berupa filsafat jawa yaitu ngono ya mbok ojo ngono, yang maknanya sekalipun itu adalah perempuan yang berkiprah namun hakikatnya tetap perempuan, yaitu bagaimana mempertahankan nilai-nilai perempuan supaya bisa tetap menjadi utuh.

"Hal ini sesuai dengan pesan bu Menteri, bahwa perempuan Indonesia tetap mempertahankan nilai Keindonesiaan sembari terus memperjuangkan kesetaraan dan ekadilan gender, tanpa harus mengimpor nilai-nilai dari luar," ujar Hassan.

Dr Dra Hj Ida Fauziyah, M Si adalah salah seorang politisi perempuan Indonesia pasca-reformasi. Perempuan yang lahir di Mojokerto pada 1969 itu kini mendapat amanah dari Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Ketenagakerjaan RI pada Kabinet Indonesia Maju.

Sebelumnya, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pernah duduk sebagai anggota DPR RI selama empat periode, yaitu periode 1999-2004, periode 2004-2009, periode 2009-2014, dan periode 2014-2019.  

Di parlemen, dia telah menduduki berbagai posisi strategis, di antaranya menjadi ketua Fraksi PKB DPR RI (2006-2007, 2009 dan 2014-2019), wakil ketua Komisi II DPR RI (2004-2009), wakil ketua Badan Legislasi DPR RI (2009-2012), dan ketua Komisi VIII DPR RI (2012-2014).

Selama di parlemen, dia juga aktif di berbagai forum parlemen, antara lain menjadi inisiator dan Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen pada periode 2001-2004. 

Di partai politik, santri Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, sebuah pesantren yang dirintis oleh salah satu pendiri NU KH. Abdul Wahab Chasbullah, itu, kini menjadi Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKB periode 2019-2024.

Sebelumnya dia pernah menjadi Ketua Umum DPP Pergerakan Perempuan Kebangkitan Bangsa (PPKB) peridoe 2002-2007 dan Ketua DPP PKB sejak 2007 hingga 2019.  

Meski aktif menjalani tugas sebagai politisi dan pejabat negara, mantan Ketua PW IPPNU Jawa Timur itu tidak meninggalkan aktivitas kulturalnya sebagai aktivis gerakan perempuan.

Pada 2010 ia terpilih menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama periode 2010-2015. Dan kini dipercaya menjadi Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK PBNU) periode 2015-2020. 

Kini, di tengah kesibukannya sebagai menteri, penulis buku Geliat Perempuan Pasca-Reformasi itu berhasil menyelesaikan program doktoral di Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Disertasinya yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender Dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia” menjadi salah satu karya penting bagi khasanah politik dan gerakan perempuan di Indonesia. 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement