Kamis 16 Jul 2020 17:22 WIB

Ancaman dari Ruang Kerja Bersirkulasi Buruk

Pastikan ruang kerja memiliki ventilasi agar udara bisa bersirkulasi.

Karyawan yang melakukan aktivitas di ruang perkantoran yang bersirkulasi buruk berisiko lebih tinggi terpapar Covid-19. Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menemukan dominasi kasus positif Covid-19 dari pekerja di ruang dengan sirkulasi udara buruk.
Foto: ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA
Karyawan yang melakukan aktivitas di ruang perkantoran yang bersirkulasi buruk berisiko lebih tinggi terpapar Covid-19. Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menemukan dominasi kasus positif Covid-19 dari pekerja di ruang dengan sirkulasi udara buruk.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Febrianto Adi Saputro, Rr Laeny Sulistyawati

Pasien Covid-19 di Indonesia kini mencapai 81.668 kasus. Ada fakta baru yang diungkap dari kondisi Covid-19 di Tanah Air, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menyebutkan hasil identifikasi epidemiologi menunjukkan bahwa penambahan kasus Covid-19 paling banyak terjadi di lingkungan kerja yang kualitas sirkulasi udaranya buruk.

Baca Juga

Risiko penularan semakin tinggi bila ruangan kerja hanya bergantung pada sistem pendingin ruangan tanpa ada sirkulasi. "Apalagi kalau kurang disiplin jaga jarak. Dan menganggap karena berada di ruang kerja yang sudah akrab maka gunakan masker tidak perlu," kata Yurianto dalam keterangan pers, Kamis (16/7).

Yurianto pun kembali mengingatkan agar masyarakat mengenakan masker saat berkegiatan di luar rumah, terlebih di tempat kerja. Hal ini menyusul hasil kajian di atas yang menyebutkan bahwa tempat kerja menjadi tempat penularan paling ampuh.  

"Sekalipun di kantor dengan orang yang sudah terbiasa bertemu, kita harus ingat bahwa mereka berasal dari lingkungan dan risiko yang berbeda dengan kita," katanya.

Peringatan akan bahaya penyebaran Covid-19 di ruang dengan sirkulasi udara yang buruk sudah pernah diingatkan oleh Yurianto. Dalam keterangan pers dua hari lalu, Yurianto mengingatkan pentingnya menjaga kualitas sirkulasi udara di dalam ruangan.

Menurutnya, ruangan dengan sirkulasi yang buruk memiliki risiko lebih tinggi untuk menjadi media penularan Covid-19 melalui microdroplet.

"Ibaratnya asap rokok. Dalam satu ruangan tertutup yang sirkulasi tidak bagus, maka asap rokok akan tertahan lama dan bagi siapapun yang hanya menggunakan face shield tanpa menggunakan masker, masih bisa mencium bau rokok ini," ujar Yurianto dalam keterangan pers, Ahad (12/7).

Ia menjelaskan, ruang kerja atau kantor harus memastikan memiliki sirkulasi udara. Bahkan ia menganjurkan memperhatikan kelayakan ventilasi udara ruang kerja tiap hari.

“Untuk kita yang kerja pada ruang tetap, di ruang kerja yang kantor pastikan bahwa sirkulasi udara, bahwa ventilasi ruang kerja kita setiap hari terganti udaranya,” ujar Yurianto.

Penularan virus corona salah satunya bisa melalui droplet orang yang sakit. Sedangkan, microdroplet yakni droplet dengan ukuran yang sangat kecil bisa bertahan cukup lama di lingkungan, terutama di wilayah yang tertutup dan kurang ventilasi. “Maka, microdroplet ini akan melayang-layang dalam waktu yang relatif lama,” kata dia.

Karena itu, ia meminta agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan dengan menggunakan masker dan menjaga jarak, serta mencuci tangan. Cara ini merupakan langkah yang paling efektif untuk melindungi diri dari penularan covid.

Tak hanya di dalam ruangan, Yurianto juga mengingatkan agar ventilasi kendaraan seperti mobil agar terjaga dengan baik. “Sempatkan di pagi hari untuk membuka semua jendela mobil dan beri kesempatan udara di dalam ruangan tergantikan dengan udara yang baru, yang berasal dari luar dan setelah itu baru kita tutup,” kata dia.

Yurianto meminta masyarakat untuk benar-benar mengenakan masker setiap kali beraktivitas di luar rumah. Faceshield, ujarnya, masih boleh digunakan namun sifatnya sebagai tambahan pelindung selain masker.

"Penularan masih mungkin terjadi, di satu sisi banyak kasus positif tanpa gejala yang tak perlu diisolasi di rumah sakit. Namun di sisi lain penularan dengan droplet harus dicegah. Kita tak bisa andalkan faceshield saja, gunakan masker!" ujar Yurianto.

Yuri pun mengakui bahwa memang ada orang yang merasa kurang nyaman saat mengenakan masker. Demi mengatasi hal ini, ia meminta masyarakat menggunakan masker dengan bahan yang nyaman. Ia juga menyarankan menggunakan masker yang menyediakan rongga antara kain masker dengan lubang hidung, sehingga napas masih nyaman dilakukan.

Ia memaparkan alasan di balik keutamaan mengenakan masker daripada faceshield. Masker dianggap memiliki kemampuan lebih baik dalam menahan partikel droplet, khususnya microdroplet, yang dimungkinkan masih melayang di udara agar tidak terhirup. Sedangkan faceshield, ujar Yurianto, hanya cukup ampuh untuk menahan droplet yang berukuran relatif 'besar'.

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengungkapkan tingkat penularan Covid-19 di ruang tertutup lebih berisiko ketimbang di ruang terbuka. "Itu yang harus kita waspadai bahwa di dalam ruang tertutup resikonya lebih tinggi dibanding di ruang terbuka," kata Pandu dalam diskusi daring, Sabtu (11/7).

Ia mencontohkan salah satu tempat yang potensi penularan Covid-19 cukup tinggi adalah ruang perkantoran. Selain itu tempat kebugaran juga merupakan salah satu tempat dengan potensi penularan Covid-19 akibat faktor sirkulasi udara di ruang tertutup.

Ia mengatakan peningkatan risiko di ruang tertutup, khususnya dengan ventilasi yang buruk, karena udara hanya berputar di dalam ruangan. Karena itu, ia mengatakan, hal terpenting adalah ventilasi pada ruangan tersebut.

"Yang penting ventilasi, laboratorium kan juga harus ada bio security lab, sebenarnya itu prinsip untuk sirkulasinya, keluar gitu udaranya," kata dia.

"Apalagi petugas laboratorium yang sehari-hari berurusan dengan virus, ini yang menurut saya meningkatkan kewaspadaan dan memperbaiki sistem ventilasi di dalam ruangan tertutup," ujarnya.

Faktor tersebut juga memperkuat pernyataan WHO agar masyarakat mengenakan masker di ruang terbuka dan tertutup. "Kita tidak boleh lengah dan kita tidak boleh main-main dengan virus, ini yang menjadi setiap respons pandemik ini harus betul-betul serius," tuturnya.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Subandrio mengatakan partikel Covid-19 bisa bertahan di udara hingga 8 jam. Karena itu, ia juga mengingatkan pentingya ventilasi udara di dalam ruangan yang tertutup.

Selain itu, ia mengatakan cara bicara yang tidak keras juga dapat mengurangi risiko penularan. Secara teoritis, jika seseorang berbicara dengan pelan maka virus yang keluar tidak terlalu banyak. "Tetapi, kalau bicaranya keras itu (virus) bisa banyak (keluar)," kata dia.

Ia menambahkan ini juga menjadi rekomendasi agar tempat seperti restoran tidak memperdengarkan musik latar (background) yang kencang. "Dengan adanya musik yang keras itu orang jadi bicara keras juga, dengan bicara keras itu lebih banyak virus yang keluar," jelasnya.

WHO telah mengakui ada bukti yang muncul bahwa virus corona dapat disebarkan oleh partikel-partikel kecil yang melayang di udara. Menurut pejabat WHO, penularan melalui udara tidak dapat dikesampingkan dalam ruang yang padat, tertutup, atau berventilasi buruk. Jika bukti ini dikonfirmasi, ini dapat memengaruhi pedoman untuk jarak dalam ruangan.

Hari ini, pemerintah merilis penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 1.574 orang dalam 24 jam terakhir. Dari jumlah tersebut, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan angka kasus baru harian tertinggi yakni 312 orang.

Menyusul kemudian Jawa Tengah dengan 214 kasus baru, Jawa Timur dengan 179 kasus, Sulawesi Selatan dengan 178 kasus, dan Kalimantan Selatan dengan 133 kasus. Dengan penambahan kasus hari ini, maka angka kumulatif kasus positif Covid-19 di Indonesia menyentuh 81.668 kasus.

Indonesia sudah memasuki bulan keempat berhadapan dengan Covid-19. Deputi Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan mengaku empat bulan terakhir sejak virus ini pertama kali masuk Tanah Air merupakan fase yang cukup panjang.

Selama kurun waktu itu, pihaknya mengklaim telah berupaya mencegah supaya penularan ini tidak terjadi di masyarakat dengan memberikan informasi kepada masyarakat. "Hasilnya, kami melihat memang animo masyarakat untuk mengikuti ini sangat besar sekali di tiga bulan pertama sebelum Idul Fitri kemarin. Tetapi setelah lebaran, mungkin karena muncul rasa bosan jadi tidak sepenuhnya mematuhi (protokol kesehatan) atau menurun," ujarnya.

Padahal, ia mengingatkan ancaman Covid-19 itu masih ada dan masyarakat jangan abai. Ia menyebutkan kunci mengantisipasinya adalah disiplin pribadi.

Karena itu Lilik meminta masyarakat menjadi relawan bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan orang lain. Sebab, dia melanjutkan, tidak ada lagi yang bisa mengingatkan kalau bukan diri sendiri dan keluarga.

"Kita harus disiplin melakukan protokol kesehatan dan ini yang terus menerus kami gelorakan. Ini harus terus dilakukan sampai mungkin vaksin ditemukan atau obatnya jelas apa," ujarnya.

Ia menambahkan, kalau tidak ingin tertular maka upaya ini menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya BNPB. Sebab, ia menyebutkan jika masyarakat tertular virus ini harus masuk ke rumah sakit (RS) untuk menjalani perawatan medis. "Padahal tempat perawatan itu memiliki keterbatasan," ujarnya.

photo
Bahaya Microdroplet - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement