Kamis 16 Jul 2020 17:03 WIB

Bank Dunia: Omnibus Law, Bensin untuk Pemulihan Ekonomi RI

RUU Omnibus Law diharapkan mampu menarik investasi 6,9 miliar dolar AS.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Omnibus Law
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Omnibus Law

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander menyebutkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law dapat menjadi 'bensin' dan turbocharger utama untuk pemulihan ekonomi Indonesia. Banyak revisi hukum dalam regulasi ini yang berpotensi menarik investasi, terutama luar negeri, sehingga dapat mendukung perekonomian Indonesia.

Frederico menjelaskan, kunci ke ranah pemulihan ekonomi adalah regulasi keterampilan dan infrastruktur. Dua poin ini disebutnya sudah tertuang dalam RUU Omnibus Law. "Karena itu, reformasi RUU Omnibus penting sekali," ujarnya dalam rilis virtual Laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) Juli 2020, Kamis (16/7).

Baca Juga

Meski demikian, Frederico menekankan, pemerintah harus dapat memastikan regulasi ini efektif. Khususnya dalam menghilangkan diskriminasi terhadap investasi langsung luar negeri (FDI) yang selama ini menjadi tantangan bagi pertumbuhan investasi di Indonesia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Omnibus Law diharapkan mampu menarik investasi 6,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp 100,9 triliun.

Saat ini, Airlangga menjelaskan, beleid ini sedang digarap di Parlemen. "Kami berharap, rancangan undang-undang ini bisa diratifikasi secepat mungkin dan ini bertujuan untuk menerapkan reformasi struktural yang mendalam," ucapnya.

Di sisi lain, Airlangga menambahkan, pelaksanaan undang-undang ini dapat meningkatkan persaingan daya saing dan meningkatkan ranking bisnis Indonesia. Bahkan, dalam jangka menengah, berpotensi meningkatkan partisipasi perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia di dalam rantai nilai regional.

Isu lingkungan dan ketenagakerjaan

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan, pemerintah harus menggalakkan Omnibus Law sebagai salah satu prioritas dalam pemulihan. Fokus ini diharapkan mampu meniadakan hambatan dan mengundang investasi masuk ke Indonesia, sehingga membantu dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi.

"Maka, RUU Omnibus Law ini yang akan menjadi struktur dasar untuk investasi ini dapat menjadi sinyal ke dunia bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis," tuturnya.

Tapi, sebelum hukum ini bisa diadopsi, Satu meminta pemerintah untuk merancang detail regulasi dengan baik. Proses audit juga harus dilakukan dengan baik, sehingga hukum dapat berfungsi dengan efektif.

Salah satu isu yang disoroti Bank Dunia adalah terkait lingkungan, tepatnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Satu menilai, penerapan Amdal masih ada, namun belum masuk dalam best practice (praktik terbaik).

Bahkan, Satu menyebutkan, RUU Omnibus Law akan meniadakan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan. Apabila ini dilanjutkan tanpa ada revisi, keberadaan regulasi ini justru tidak akan menguntungkan Indonesia.

"Hemat kami, perlu ada penyesuaian yang minor saja," katanya.

Tenaga kerja juga menjadi perhatian Bank Dunia. Satu mengatakan, isu jaminan kehilangan pekerjaan, terutama bagian pesangon, harus difasilitasi dalam RUU Omnibus Law. Saat ini, beleid tersebut dinilai masih belum terlalu jelas menggambarkan implementasinya yang tentu menjadi concern bagi para buruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement