Kamis 16 Jul 2020 15:56 WIB
Gus Dur

Humor Gus Dur dan Mati Ketawa Ala Rusia

Kejenakaan Gus Dur yang selalu menyegarkan suasana dengan humor

Gus Dur tertawa dan bercanda dengan Clinton.
Foto: google.com
Gus Dur tertawa dan bercanda dengan Clinton.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnallis Republika

Di saat semuanya orang merasa serba tegang karena tengah terjadi pandemi Corona dan krisis ekonomi, marilah kita mengenang tulisan Kiai Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang bernas dan lucu pada tahun 1986. Ini terjadi ketika dia memberi pengantar  pada buku mungil berisi humor bertajuk ‘Russia Dies Laughing’ atau Mata Ketawa Ala Rusia. Buku ini kala itu laris manis dan menjadi perbincangan.

Uniknya lagi, suasana Indonesia kala itu juga serba mencekam. Ada susana represif zaman Rejim Orde baru. Baru dua tahun berselang dari huru-hara tragedi berdarah Tanjung Priok. Juga ada soal-soal lain yang sangat membuat publik saat itu cemas, misalnya pengeboman BCA Jakarta Kota, bahkan pada masa tak jauh dari itu ada pengeboman candi Borobudur. Atau setidaknya hanya berselang tak kurang dari lima  tahun muncul operasi ‘pelenyapan’ para preman dan gali yang disebut ‘Petrus’.

Pada zaman 'Petrus' itu kerap pada pagi hari ketika hendak pergi ke sekolah, tiba-tiba di dekat perempatan jalan tergeletak mayat dengan luka tembak. Ada juga mayat preman dan orang bertato yang ditaruh begitu saja di depan gedung bioskop. Semua serba horor. Nah, adanya buku ini mampu —atau setidaknya meredam — suasana panas dan setidaknya pula bisa memberi sedikit ventilasi bagi kehidupan yang terasa serba sumpek,

Saya ingat, buku ini baru saya baca serius sebelum ajang final Piala Dunia 1998. Tapi sebelumnya sudah tahu ada buku ini setidaknya semenjak terbit pada 1986. Kebetulan pula, pada 1998 sama-sama ada persitwa yang selalu lekat di kepala. Tak beda dengan tahun 1988, pada tahun 1986 juga ajang gocek bola tingkat Eropa, yakni  piala UEEA yang dijurai Jerman. Kebetulan buku ini lekat dalam ingatan karena dipakai sebagai cara menunggu tayangan siaran televisi yang menayangkan berbagai pertandingan dua ajang bola itu.

Russia Dies Laughing: Jokes from Soviet Russia by Zhanna Dolgopolova

Dan masih teringat pula grup bola asal Denmark dan Belanda tengah naik daun. Ada bintang baru semacam Michael Ladrup, Ruud Gulit, dan si seniman bola yang pemalu, Marco Van Basten. Sayang, baik Denmark dan Belanda gagal jadi juara. Dan kebetulan pula Gus Dur pada ajang piala dunia sepakbola berikutnya, yakni di tahun 1992, wajah dia kemudian nongol sebagai komentator bola. Kalau tidak salah itu bersamaan dengan masa awal berdirinya stasiun televisi SCTV.

Publik tentu masih ingat, Gus Dur mampu membawa kegembiraan. Uniknya meski dia seorang kiai, Gus Dur  ternyata sangat fasih bicara bola. Bahkan dalam satu siaran menjelang sebuah pertandingan  dengan guyon dia sempat mengatakan kala sekolah menengah di Jogja dia ternyata lebih getol main bola dari pada ngendon belajar.

Penulis Greg Barton kemudian dalam sebuah bukunya sempat menulis soal kegemaran Gus Dur berman bola. Dia menulis begini:

Saat sekolah di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Gus Dur juga pernah tidak naik kelas, karena sering bolos. Saat ditanya alasannya, mengaku tidak punya teman yang mengerti jalan pikirannya, sehingga malas sekolah, akhirnya bolos. Tapi bolosnya tidak ke mana-mana, dan mudah dicari sebenarnya, yaitu di perpustakaan Jakarta. Kadang juga bermain bola, olahraga kegemarannya.

Sentil Soal Pilpres, Mahfud MD Ingatkan Lagi Demokrasi Ala Gus Dur ...

Alhasil Gus Dur tidak naik kelas. Oleh ibunya Gus Dur dipindahkan ke Krapyak Jogja, diasuh oleh KH Ali Makshum. Tapi lagi-lagi, jiwa-jiwanya yang pemberontak tidak cocok dengan peraturan pesantren yang ketat. Gus Dur minta izin kepada ibunya untuk sekolah dan kos di luar pondok. Pada akhirnya, dia kos di daerah Kauman, di lingkungan sekitar Keraton Yogyakarta. Gus Dur remaja tinggal di rumah Haji Djunaid, seorang tokoh organisasi Islam Muhammadiyah. Haji Djunaid merupakan sahabat dekat Wahid Hasyim, ayah Gus Dur saat nyantri di Tremas Pacitan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement