DPR Setujui Bantuan Pemerintah untuk BUMN

Bantuan pemerintah merupakan bagian dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi

Rabu , 15 Jul 2020, 18:40 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7). Rapat tersebut membahas Review Penyertaan Modal Negara Tahun 2020 sesuai Perpres No. 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan rincian anggaran pendapatan dan belanja negara TA 2020, Pandangan Poksi-poksi tentang PMN Tahun 2020, Pencairan Hutang Pemerintah kepada BUMN TA 2020 dan Dana talangan TA 2020 serta Tindaklanjut kesimpulan RDP Komisi VI dengan Mitra di Masa Sidang III dan IV TS 2019-2020.Prayogi/Republika.
Foto: Republika/Prayogi
Menteri BUMN Erick Thohir saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7). Rapat tersebut membahas Review Penyertaan Modal Negara Tahun 2020 sesuai Perpres No. 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan rincian anggaran pendapatan dan belanja negara TA 2020, Pandangan Poksi-poksi tentang PMN Tahun 2020, Pencairan Hutang Pemerintah kepada BUMN TA 2020 dan Dana talangan TA 2020 serta Tindaklanjut kesimpulan RDP Komisi VI dengan Mitra di Masa Sidang III dan IV TS 2019-2020.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI DPR menyetujui usulan bantuan pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN), pencairan utang pemerintah ke BUMN, dan dana pinjaman untuk sejumlah BUMN. Hal ini disampaikan pimpinan rapat dari Fraksi PDIP Aria Bima saat rapat kerja dengan Menteri BUMN Erick Thohir di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/7).

Aria menyebut bantuan pemerintah merupakan bagian dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional dan menjaga keberlangsungan sejumlah BUMN agar tetap mampu bertahan di tengah kondisi covid-19.

Baca Juga

"Komisi VI menyetujui usulan PMN untuk BUMN-BUMN dalam tahun anggaran 2020," ujar Aria saat rapat kerja dengan Menteri BUMN Erick Thohir di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/7).

Komisi VI DPR, lanjut Aria, juga menyetujui besaran PMN senilai Rp 23,650 triliun dengan rincian Hutama Karya sebesar Rp 7,5 triliun, PNM sebesar Rp 1,5 triliun, ITDC sebesar 500 miliar, BPUI sebesar Rp 6 triliun, PTPN III sebesar Rp 4 triliun, Perumnas sebesar Rp 650 miliar, dan KAI sebesar Rp 3,5 triliun.

Komisi VI juga sepakat dengan usulan pencairan utang pemerintah dan dana pinjaman kepada BUMN. Arya memerinci besaran usulan pencairan utang pemerintah ke BUMN yang disepakati Komisi VI sebesar Rp 115 triliun dengan rincian Hutama Karya sebesar Rp 1,88 triliun, Wijaya Karya sebesar Rp 59,91 miliar, Waskita Karya sebesar Rp 8,9 triliun, Jasa Marga sebesar Rp 5 triliun, KAI sebesar Rp 257 miliar, Pupuk Indonesia sebesar Rp 5,7 triliun, Bulog sebesar Rp 566 miliar, Pertamina sebesar Rp 45 triliun, dan PLN sebesar Rp 48,46 triliun. Sementara untuk dana pinjaman, lanjut Aria, Komisi VI menyetujui besaran usulan dana pinjaman pemerintah ke BUMN untuk Krakatau Steel sebesar Rp 3 triliun dan Garuda Indonesia sebesar Rp 8,5 triliun.

"Terkait utang pemerintah kepada Kimia Farma (Rp 1,1 triliun), Komisi VI meminta agar diselesaikan langsung oleh pemerintah kepada Kimia Farma," ucap Aria.

Persetujuan Komisi VI disertai sejumlah catatan yang diberikan kepada Erick. Aria menyampaikan, Komisi VI merekomendasikan Erick meningkatkan fungsi pembinaan kepada BUMN penerima PMN untuk memenuhi pengaturan dan tata kelola keuangan yang baik sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan. BUMN penerima PMN juga harus menerapkan tata kelola perusahaan yang baik.

"PMN tidak digunakan untuk membayar utang perusahaan BUMN penerima PMN," lanjut Aria.

Aria meminta Kementerian BUMN melakukan pengawasan berkala atas penggunaan PMN agar sesuai dengan rencana bisnis. BUMN penerima PMN juga diminta mengutamakan produk-produk dan penyedia jasa dalam negeri dalam mengunakan PMN.