Rabu 15 Jul 2020 16:10 WIB

Pakar Ingatkan DKI Perlu Pertegas Sanksi Pelanggar PSBB

Kembali ke pengetatan PSBB dianggap bukan solusi tekan laju Covid-19 DKI.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indira Rezkisari
Gubernur Anies Baswedan mengancam memberlakukan lagi PSBB ketat jika masyarakat tak patuhi protokol kesehatan. Epidemilog menyarankan, Pemprov membuat aturan dan sanksi tegas bagi pelanggar PSBB.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur Anies Baswedan mengancam memberlakukan lagi PSBB ketat jika masyarakat tak patuhi protokol kesehatan. Epidemilog menyarankan, Pemprov membuat aturan dan sanksi tegas bagi pelanggar PSBB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di DKI Jakarta sudah mulai berakhir, namun jumlah kasus positif Covid-19 dan angka positivity rate di DKI masih cukup tinggi. Melihat fenomena ini, pakar epidemiologi menilai DKI Jakarta tidak perlu kembali melakukan pembatasan seperti masa awal PSBB, karena risiko ekonomi yang ditanggung masyarakat akan semakin besar.

Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia, dr. Syahrizal Syarif, mengatakan saat ini kondisinya sudah sangat terlambat kalau DKI harus kembali ke masa awal PSBB dengan segala pembatasannya. Ia merujuk pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sempat menyebut rem darurat kembali ke PSBB awal dengan segala pembatasannya bila angka positivity rate dan penambahan kasus masih tinggi.

Baca Juga

"Yang harus dilakukan saat ini adalah memperketat standar minimal, yakni perketat protokol kesehatan di semua wilayah di Jakarta. Berikan sanksi tegas bagi pelanggar, dan lakukan penutupan terbatas bila ada klaster penularan baru," kata dia kepada wartawan, Rabu (15/7).

Sebab sejak awal ketika pemerintah menerapkan PSBB, ia melihat kebijakan ini adalah kebijakan kompromi. PSBB adalah kebijakan kompromi antara dampak kesehatan dan ekonomi. Namun ia menyayangkan, harusnya kalaupun keputusannya akan ada pelonggaran, sejak awal penerapan protokol kesehatannya sudah harus lebih ketat.

"Karena saya tidak percaya tingkat kesadaran kesehatan warga kita tinggi. Nah sekarang solusinya kalau angkanya terus naik, ya perketat sanksi protokol kesehatannya," tegas dia.

Ia menjelaskan protokol kesehatan yang standar adalah tetap gunakan masker, kapanpun dan di manapun, selalu mencuci tangan, hindari kerumunan, dan menjaga jarak. Menurut dia protokol kesehatan yang standar itu basis ilmiahnya sangat jelas dan bisa diukur. Penerapan protokol kesehatan dapat mengurangi risiko penularan bukan hanya di Jakarta atau di Indonesia, namun di berbagai negara yang kini angka penularannya sudah turun drastis.

Syahrizal menilai sebetulnya pandemi Covid-19 ini adalah bentuk ujian kepemimpinan, apakah sejak awal pemimpin negara atau kepala daerah itu tegas atau tidak menjalankan protokol kesehatannya. Kalau tidak tegas, ia memandang dengan kebijakan seperti PSBB yang kompromistis ini, maka angka penularan akan tetap tinggi.

"Sebab warga masih ditoleransi untuk beraktivitas, beda dengan lockdown. Sedangkan selama warga beraktivitas penerapan standar protokol kesehatannya masih lemah. Wajar kalau angkanya naik. Makanya untuk DKI kalau mau, perketat protokol kesehatannya dan sanksi tegas bagi pelanggar," imbuhnya.

Termasuk, ia juga mengusulkan apabila ada warga yang melanggar beri sanksi/denda yang memberatkan. Ini penting untuk efek jera, jangan lagi berdalih dengan istilah edukasi dan sosialisasi protokol kesehatan, menurut dia, masa itu sudah lewat. Sekarang saatnya memberi efek jera dan pertegas bagi pihak-pihak pelanggar protokol kesehatan. Karena posisinya tidak mungkin DKI harus kembali ke masa awal PSBB.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan skenario terburuk dengan rem darurat mungkin akan dijalankan. Langkah ini diambil apabila lonjakan angka penularan Covid-19 terus tinggi di Jakarta. Hal itu ia sampaikan setelah Jakarta pada Ahad (12/7) mencapai angka positivity rate atau angka penularan 404 kasus positif, mencapai rekornya.

"Jakarta mengalami lonjakan kasus tertinggi. Saya ingatkan kepada semua jangan sampai situasi ini berjalan terus, sehingga kita harus menarik rem darurat atau emergency brake," jelas Anies.

Bila itu terjadi, jelas dia, maka kita semua harus kembali dalam rumah kegiatan perekonomian terhenti, kegiatan keagamaan terhenti kegiatan sosial terhenti. Semua warga Jakarta akan kembali ke masa-masa seperti PSBB di awal, di mana semua pembatasan kegiatan akan kembali dilakukan.

Anies mengingatkan perlunya kembali kewaspadaan warga Jakarta di tengah pandemi ini, agar tidak lengah dan tetap ketat menjalankan protokol kesehatan. Anies meminta warga yang beraktivitas mewaspadai titik-titik penularan tinggi.

Protokol kesehatan yang dasar tetap menjadi acuan paling sederhana. Anies meminta warga tetap pakai masker di mana saja, kapan saja dan dalam aktivitas apa saja. Kedua jaga jarak aman satu meter. Ketiga cuci tangan dengan sabun. Keempat pastikan dalam aktivitas apapun pasti kan ruangan tempat berkegiatan, tidak boleh lebih dari kapasitas 50 persen.

"Dan yang paling penting dari semuanya jangan ragu untuk mengingatkan siapapun kapanpun dimanapun. Ingatkan tegur bila ada yang tidak pakai masker, bila ada yang tidak jaga jarak, bila ruangan lebih dari 50 persen kapasitas, apabila tidak melakukan cuci tangan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement