Rabu 15 Jul 2020 17:02 WIB

Tiga Rambu Saat Belajar Islam Lewat Internet

Ada rambu-rambu yang harus diperhatikan saat belajar Islam di Internet.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Tiga Rambu Saat Belajar Islam Lewat Internet. Foto: Dakwah digital (ilustrasi).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tiga Rambu Saat Belajar Islam Lewat Internet. Foto: Dakwah digital (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA menjelaskan rambu-rambu kepada setiap Muslim yang belajar Islam melalui internet, dalam bukunya berjudul 'Mengaji Kepada Ustadz Google'. Dia berpandangan, umat Islam boleh memanfaatkan internet untuk belajar agama Islam, tetapi harus tetap memperhatikan koridor yang harus ditaati agar tidak masuk ke dalam kesesatan.

Rambu pertama yang harus diperhatikan adalah narasumber. Ustadz Ahmad menerangkan, sumber ilmunya yaitu harus orang yang ahli dan kompeten di bidangnya. Ilmu-ilmu keislaman itu sangat luas cakupannya. Setiap cabang ilmu harus dari ulama yang secara khusus memang ahli dalam bidangnya. "Maka tulisan di internet itu harus berasal dari narasumber yang diakui kompetensinya," jelasnya.

Baca Juga

Rambu kedua, kata Ustaz Ahmad, adalah perhatikan medianya. Maksudnya yaitu rujukan suatu tulisan ilmiah harus tetap berupa buku dan bukan laman web yang bersifat maya. "Namun kita tetap bisa merujuk kepada buku lewat internet, yaitu lewat buku-buku dalam format pdf. Tinggal memikirikan bagaimana caranya agar bisa didapat dengan cara yang halal dan tidak membuat kita ragu-ragu," tutur direktur Rumah Fiqih Indonesia itu.

Untuk bisa membaca buku gratis, tetapi tidak ada pertanyaan yang mengganjal di hati terkait masalah kehalalannya, Ustaz Ahmad menyarankan untuk membaca buku berformat pdf yang diberikan gratis oleh Rumah Fiqih Indonesia.

"Sehingga baik yang menulis atau pun mereka yang membaca dipastikan aman dari dosa mengambil hak orang lain. Google sendiri memberi solusi lewat Google Play Book, di mana siapa saja bisa menjual buku pdf di laman miliknya. Yang ini pun halal juga dan tidak melanggar hukum hak cipta," kata pria yang menyelesaikan pendidikan doktoral di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IAT) itu.

Rambu ketiga, lanjut Ustaz Ahmad, yaitu tetap harus ada guru yang mendampingi. Dia mengatakan, buku dan rujukan hanya alat dan media saja. Karena itu, untuk bisa menjadikan seseorang benar-benar berilmu, maka harus ada guru berupa manusia dalam proses belajar agama Islam.

Ustaz Ahmad juga menyampaikan, seseorang tidak akan pernah menjadi dokter meski menginap selama 5 tahun di dalam perpustakaan khusus kedokteran dan tidak keluar selama itu. Kalaupun orang punya IQ tinggi dan sudah melahap ribuan buku teks kedokteran dan membaca habis semuanya, tetap saja dia bukan dokter.

"Karena tidak ada orang yang bisa jadi dokter secara otodidak. Sebagaimana mustahil ada orang yang bisa jadi tentara, polisi, pilot, dan ulama secara otodidak. Maka belajar agama tidak cukup hanya dengan membaca buku, apalagi hanya dengan browsing dan searching di Google," jelas lulusan S1 Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab LIPIA itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement