Rabu 15 Jul 2020 15:18 WIB

Joga Kembali ke Normal Lama dengan Sepeda

Jogjakembali ke masa normal lama dengan sepeda

Warga bersepeda diJogja.
Foto: Republika/ Wihdan
Warga bersepeda diJogja.

REPUBLIKA.CO. ID -- Oleh: DR Sobirin Malian, Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta (FH-UAD)

Jogja kembali kini ke masa silam. Mungkin berbeda dengan kota-kota lain, Jogja (DIY)umumnya pada  masa andemi kini dibanjiri oleh orang-orang bersepeda. Ribuan orang tua muda, kaya miskin, laki-laki perempuan, menyebar di seluruh penjuru kota dan desa. Bersepeda ada yang membaur (berkelompok) baik di titik-titik  jalan raya tertentu atau di jalan-jalan kampung, banyak juga yang sendiri-sendiri dengan rute sepi.

Seorang pesepeda yang aktif tiga hari seminggu, Budi Wibowo (55 tahun) warga Nogotirto mengatakan, “bersepeda menjadi semacam melepas busur panah, setelah lama mendekam di rumah akibat Covid-19”, ujarnya renyah.

Ya... Jogja khususnya memang marak oleh orang-orang bersepeda baik dengan rute pendek (hanya muter-muter kota) maupun rute jarak jauh Jogja hingga kota terdekat seperti Wates, Klaten, Boyolali atau Magelang. Pesepeda banyak pula yang memiliki tujuan favorit baik di kota maupun di desa.

 

Tumbuhnya Bisnis Kuliner

Maraknya orang bersepeda, memang mewarnai “melonggarnya” kebijakan tentang Covid-19 di Jogja. Di samping sebagai sarana berolahraga, bersepeda adalah menjadi media dan cara untuk berkumpul dengan kerabat, teman atau komunitas yang sempat terhenti akibat pandemi Covid. Dengan “melonggarnya” lockdown kebijakan akses ke tempat-tempat tertentu dimanfaatkan oleh warga untuk bersepeda ria, kendati tetap dengan protokol kesehatan.

Yang tak kalah menarik, efek maraknya orang bergowes itu, ternyata menghidupkan kembali bisnis kuliner yang sempat mati suri beberapa bulan terakhir. Kini, bisnis kuliner terutama masakan dan makanan tradisional “hidup” kembali. Di lokasi wisata Imogiri (tempat makam para raja dan seniman), misalnya, setelah sempat sepi pengunjung kini ramai kembali. Juga Kaliurang dan Parangtritis kini mulai ramai dikunjungi oleh wisatawan sekitaran DIY, efek dari orang bersepeda.

Seperti diketahui, orang berolahraga sepeda ibarat mengusung konsep 3 on 1 (tree on one). Maksudnya  orang-orang ini bukan sekadar hobi berolahraga tapi juga menyalurkan kesukaannya pada kuliner tradisional seperti pecel, gudeg,soto, bakmi kampung atau minuman “wedang uwuh” yang khas itu dan bisnis itu sendiri.

Banyak orang berharap kondisi ini makin membaik ke depan. Maksudnya, kendati Covid 19 masih ada, tetapi dengan protokol kesehatan dan kebijakan yang melonggar akan menumbuhkan ekonomi terutama bagi rakyat kecil. Terpenting di sini, pemerintah memahami bagaimana harus mensinergikan “keterbatasan” akibat Covid 19 dengan situasi ekonomi dan kebutuhan masyarakat sehingga AKB (adaptasi kebiasaan baru) benar-benar berjalan tanpa menimbulkan rasa takut berlebihan.

Maraknya orang bersepeda di Jogja memang mengingatkan, wajah lama kota Jogja yang dulu memang dikenal sebagai kota sepeda di tahun 70-an. Waktu itu, kendaraan umum baru satu dua, yang dominan orang berlalu lalang menggunakan sepeda, kemana pun dan tanpa membedakan latar belakang si penunggang sepeda. 

Jogja berhati nyaman itu adalah membaurnya orang dengan berbaga latar belakang daerah, ekonomi, pendidikan, dan Ras namun tetap harmonis, damai dan aman.

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement