Rabu 15 Jul 2020 15:15 WIB

Waktu Dihalalkan Berhubungan Suami Istri untuk Jamaah Haji

Ketika sudah melaksanakan kewajiban Haji termasuk yang terpenting adalah tawaf ifadah

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Fakhruddin
Waktu Dihalalkan Berhubungan Suami Isteri untuk Jamaah Haji (ilustrasi).
Foto: blairblogs.com
Waktu Dihalalkan Berhubungan Suami Isteri untuk Jamaah Haji (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Berhubungan suami isteri termasuk salah satu di antara hal yang yang dilarang ketika kita menjalankan ibadah haji maupun umroh. Untuk itu jamaah haji laki-laki dan perempuan supaya memperhatikan larangan ini agar tak melanggarnya. 

"Bahkan larangan ini (hubungan suami isteri) melebihi larangan-larangan yang lainnya," kata Pembimbing Ibadah Haji Kelompol Bimbimbingan Ibadah Haji (KBIH) Al Ittihad Ustaz Rafiq Zauhari,Lc saat berbincang dengan Republika.co.id, Rabu (15/7).

Ustaz Rafiq mengatakan, ketika kita berihram jika hanya sebatas potong kuku kemudian jamaah misalkan memakai wewangian, itu dikenakan hukuman damm yang hanya diberikan hukuman denda menyembelih kambing saja.

Akan tetapi jika melakukan hubungan suami istri, ketika sedang melaksanakan ihram baik itu ihram untuk haji ataupun umroh maka hukumannya menyembelih seekor unta. "Ini termasuk salah satu di antara hal yang terlarang," katanya.

Selain itu juga kata dia, larang itu tidak sebatas berhubungan suami istri yang terlarang bahkan Rasulullah SAW juga mengingatkan agar kita tidak melakukan perbuatan rafats, jidal, dan fusuk. 

Apa yang dimaksud dengan rafats? Ustaz Rafiq menuturkan, bahwa rafats itu adalah segala sesuatu yang mendekatkan pada hubungan suami istri entah itu berupa perkataan perkataan-perkataan jorok ataupun mungkin berupa perbuatan perbuatan-perbuatan yang mendekatkan pada hubungan suami istri.

"Ataupun mungkin dalam bentuk-bentuk yang lainnya itu termasuk hal yang sangat hendaknya kita perhatikanlah ketika kita sedang menjalankan ibadah umroh maupun haji," katanya.

Ustaz Rafiq mengatakan, ketika kita menjalankan ibadah umroh kapan kita diperbolehkan untuk kembali berhubungan suami istri? Jawabanya yaitu ketika kita sudah tahallul. 

Sedangkan untuk jamaah haji diperbolehkannya saat tahallul kedua. Karena ibadah haji itu ada dua tahallul. Tahallul pertama dan tahallul kedua maka diperbolehkannya lagi ketika sudah melaksanakan tahallul yang kedua. 

Ustaz Rafiq tahallul yang pertama itu disimbolkan dengan memotong rambut. Memotong rambut bisa kita lakukan mulai dari tanggal 10 Dzulhijah. Atau setidaknya ketika kita sudah melaksanakan dua dari empat kewajiban.

Dalam pelaksanaan ibadah haji ada empat kewajiban saat 10 Dzulhijah. Pertama ketika masuk tanggal 10 Dzulhijjah jamaah haji diwajibkan untuk melempar jumrah aqabah, kemudian yang kedua selain itu ada juga menyembelih kambing, menyembelih hanya untuk jamaah yang menjalankan ibadah haji secara tamattu ataupun secara qiron tetapi yang haji ifrad tidak perlu. 

"Kemudian yang ketiga tawad ifadah dan kemudian yang keempat potong rambut," katanya.

Ustaz Rafiq yang juga pemilik PPIU Taqwa Tours mengatakan, ketika kita sudah melakukan dua hal setidaknya yang paling mudah tanggal 10 Dzulhijah kita telah melempar jumroh aqobah kemudian potong rambut maka itu sudah dinamakan tahallul pertama.

Kata dia, ketika kita sudah melakukan tahallul pertama maka boleh bagi kita untuk ganti pakaian biasa yang tadinya masih memakai pakaian ihram kemudian bisa menggantinya yang laki-laki memakai baju, celana yang diperbolehkan. Kemudian mandinya bisa pakai sabun dan pakai wewangian sudah diperbolehkan. "Kecuali yang belum diperbolehkan hubungan suami istri," katanya.

Ia menegaskan, hubungan suami istri diperbolehkan kalau empat kewajiban ini sudah ditunaikan termasuk sudah sampai dengan masalah tawaf ifadah. Tawaf ifadah ini boleh kita lakukan tanggal 10 Dzulhijah langsung diselesaikan atau boleh tawaf ifadoh juga ditunda. "Ditunda Sampai kapan beberapa ulama berbeda pendapat," katanya.

Pendapat pertama batas akhir tawaf ifadah itu sampai akhir Dzulhijjah alasannya apa? Marena memang bulan haji itu dibatasi mulai dari bulan Syawal Zulkaidah dan Dzulhijjah dan Muharram sudah bukan masuk bulan haji lagi.

"Tetapi pendapat yang kedua mengatakan tawaf ifadah itu tidak ada batasnya," katanya.

Misalkan ada jamaah haji ketika jadwalnya pulang dia langsung pulang begitu saja belum melaksanakan tawaf ifadah boleh-boleh aja, tetapi nanti dia, masih punya tanggungan untuk tawaf ifadah sebelum dia tawaf ifadah, walaupun dia sudah pulang maka belum diperbolehkan berhubungan suami istri.

"Kembali ke pertanyaan tadi kapan diperbolehkan berhubungan suami istri? Yaitu ketika sudah melaksanakan seluruh kewajiban Haji termasuk yang terpenting adalah tawaf ifadahnya sudah ditunaikan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement