Rabu 15 Jul 2020 10:38 WIB

Merampingkan Kapal dengan Pembubaran Lembaga Negara

Pembubaran lembaga negara non-struktural bisa hemat biaya dan percepat kinerja.

Pemerintah mempertimbangan penghapusan lembaga non-struktural hindari adanya potensi tumpang tindih dan fragmentasi antara kementerian dan lembaga. Presiden Jokowi mengibaratkan pemerintahan yang ramping akan bekerja lebih efektif.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Pemerintah mempertimbangan penghapusan lembaga non-struktural hindari adanya potensi tumpang tindih dan fragmentasi antara kementerian dan lembaga. Presiden Jokowi mengibaratkan pemerintahan yang ramping akan bekerja lebih efektif.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Desy Suciati Saputri, Fauziah Mursid, Rizkyan Adiyudha, Sapto Andika Candra

Gerak pemerintah dianggap Presiden Joko Widodo perlu dirampingkan. Presiden pun berencana menyederhanakan birokrasi dan menghemat anggaran lewat pembubaran 18 lembaga negara.

Baca Juga

Jokowi mengibaratkan pemerintahan sebagai sebuah kapal. Kapal yang lebih ramping akan bergerak semakin lincah dan cepat.

“Ibarat kapal, semakin ramping akan semakin lincah dan cepat lajunya. Semakin ramping sebuah organisasi, geraknya pun akan lebih lincah,” kata Jokowi dikutip dari akun media sosialnya, Rabu (15/7).

Melalui penyederhanaan birokrasi, ia berharap dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja pemerintah. Nantinya, pekerjaan di lembaga-lembaga yang dibubarkan tersebut akan dikembalikan ke kementerian ataupun direktorat-direktorat.

“Kalau pekerjaan lembaga-lembaga itu bisa dikembalikan ke kementerian, ke direktorat-direktorat, tentu tidak perlu melalui lembaga, badan, atau komisi-komisi lagi,” tambahnya.

Penghapusan lembaga lebih tepatnya akan dilakukan ke lembaga non-struktural yang dinilai kurang efisien. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, mengatakan salah satu dasar pertimbangan penghapusan lembaga non-struktural menghindari adanya potensi tumpang tindih dan fragmentasi antara kementerian dan lembaga.

"Penghapusan lembaga non-struktural untuk menghindari terjadinya pemborosan kewenangan dan meningkatkan effisiensi," kata Tjahjo melalui pesan singkatnya, Selasa (14/7) malam.

Tjahjo mengatakan, pertimbangan penghapusan lembaga juga mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan birokrasi, termasuk pelayanan publik. Penghapusan lembaga juga dalam upaya penyederhanaan struktur birokrasi dan perbaikan birokrasi

"Penyederhanaan struktur organisasi guna mempercepat proses pengambilan keputusan dan penyederhanaan proses birokrasi pemerintah sekaligus mengoptimalkan profesionalisme aparatur," kata Tjahjo.

Tjahjo juga menyebut, pemerintah telah mengantongi lembaga-lembaga non-struktural yang berpotensi untuk dihapus. Presiden Joko Widodo mengatakan kemungkinan ada 18 lembaga yang akan dihapus.

Namun demikian, Tjahjo mengaku belum akan mengungkap nama-nama lembaga tersebut, sebelum berkoordinasi dengan Menteri Sekretariat Negara. "Belum bisa disampaikan karena harus dikoordinasikan dengan Mensesneg," kata Menteri Dalam Negeri periode pemerintahan 2014-2019 itu.

Kemarin, Kepala Staf Presiden Moeldoko mengungkapkan, bahwa Kementerian PANRB sedang meninjau kembali peran dan fungsi seluruh lembaga, seperti badan dan komisi. Fokus lembaga yang dikaji dihapus dalah lembaga yang dibentuk berlandaskan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres). Sedangkan lembaga yang dibentuk di bawah Undang-Undang (UU) belum akan dirampingkan.

"Perlukah organisasi atau yang dikatakan kemarin 18 lembaga itu dihapus atau dievaluasi lagi agar kita betul-betul menuju sebuah efisiensi. Agar tidak gede banget hingga akhirnya fungsinya tidak begitu optimum," jelas Moeldoko di kantornya, Selasa (14/7).

Anggota DPR Komisi I Abdul Kadir Karding mendukung langkah Presiden yang berniat membubarkan sejumlah lembaga dan komisi. Menurutnya, hal itu menunjukan kekesalan Jokowi terhadap kinerja menteri dalam menangani persoalan-persoalan masyarakat selama masa pandemi Covid-19.

"Rencana ini bagi saya merupakan tindak lanjut dari kejengkelan kepada sejumlah menterinya beliau saat rapat kabinet 18 Juni lalu," kata Abdul Kadir Karding.

Mantan wakil ketua tim pemenangan Presiden Jokowi ini mengatakan, kekesalan itu ditunjukkan Presiden kepada menteri yang tidak memiliki sense of crisis atas wabah yang menyebar saat ini. Menurutnya, kedongkolan yang ditunjukkan kepala negara saat itu juga bukan sebuah gimmick sebagaimana disebutkan sejumlah pihak.

Karding mengatakan, langkah itu diambil Jokowi sebagai komitmen keseriusan presiden mengatasi pandemi virus SARS-CoV-2 alias Corona jenis baru. Dia melanjutkan, keputusan Jokowi membubarkan lembaga dan komisi juga dilakukan demi efisiensi anggaran dan mempercepat pelayanan publik.

Menurutnya, penyederhanaan birokrasi akan membuat pelayanan kepada masyarakat tidak berbelit-belit. Sehingga, sambung dia, dampak dari serapan anggaran bisa dirasakan langsung masyarakat sesuai keinginan kepal negara.

"Selama menemani Pak Jokowi di musim kampanye, saya tahu betul beliau orang yang sangat efisien dan taktis dalam bekerja. Segala keputusan diambil dengan perhitungan dan pertimbangan yang matang sehingga manfaat dari hasil keputusan yang diambil bisa dioptimalkan. Sedangkan dampak negatifnya bisa diminimalisasi," katanya.

Meski demikian, dia mengatakan, perlu juga diperhatikan dan dipikirkan nasib para pekerja di lembaga maupun komisi yang akan dibubarkan tersebut. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan, hal itu terutama bagi para pegawai kecil yang selama ini bekerja di sana.

Sebelumnya, isu soal pembubaran lembaga sudah disampaikan Jokowi dalam sidang kabinet Juni lalu. Presiden kemudian memperjelas sinyal dirinya akan membubarkan sejumlah lembaga dan komisi.

Menurutnya, pembubaran dan perampingan lembaga dilakukan demi meringkas organisasi. Ujungnya, biaya dan anggaran bisa dihemat. Presiden menyampaikan, tubuh organisasi yang lebih ringkas akan membuat kinerjanya bisa berlari kencang.

Dia mengatakan, seluruh kementerian dan lembaga di Tanah Air harus bisa bekerja cepat demi bisa bersaing dengan negara lain. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 ini perlu ada percepatan kinerja demi menekan dampak ekonomi.

Pemerintah mempertimbangkan mengembalikan lagi peran lembaga kepada kementerian atau bagian lain dari pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi serupa. Misalnya, Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) yang memiliki kedekatan peran dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Bila memang setelah dikaji peran Komnas Lansia bisa dijalankan oleh Kementerian PPPA, maka bisa saja lembaga tersebut akan dilebur ke dalam kementerian. Kemudian ada pula Badan Akreditas Olahraga yang tugas dan fungsinya sedang dikaji ulang. Tercatat ada tiga lembaga serupa Badan Akreditas Olahraga tiga.

Lalu Badan Restorasi Gambut (BRG) yang saat perannya menangani restorasi gambut. Nanti akan dilihat pula lebih luas, seperti dari sisi kebakaran hutan. Apakah juga bisa dipegang BNPB untuk kebakarannya dan sisi optimalisasi gambut diambil alih Kementerian Pertanian.

Pembubaran lembaga negara namun tidak akan terjadi untuk lembaga yang dibuat dengan dasar undang-undang. Khusus lembaga tersebut pemerintah tidak membawahinya. Seperti misalnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

OJK bukan berada di bawah kewenangan pemerintah. Perubahan bentuk atau pun fungsi dari OJK harus dengan pembahasan bersama DPR karena dasar pembentukannya adalah Undang-Undang.

photo
Pemerintahan Presiden Joko Widodo menyiapkan 9 jurus untuk mencegah perlambatan ekonomi nasional di tengah merebaknya wabah corona atau Covid-19. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement