Selasa 14 Jul 2020 16:12 WIB

SMS Pinjol Makin Marak, Asosiasi Wanti-wanti: Jangan Tergiur!

SMS Pinjol Makin Marak, Asosiasi Wanti-wanti: Jangan Tergiur!

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
SMS Pinjol Makin Marak, Asosiasi Wanti-wanti: Jangan Tergiur!. (FOTO: Shutterstock)
SMS Pinjol Makin Marak, Asosiasi Wanti-wanti: Jangan Tergiur!. (FOTO: Shutterstock)

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan penawaran pinjaman online atau fintech peer to peer (P2P) lending ilegal.

Hal ini mengingat sejumlah fintech P2P lending legal yang merupakan anggota AFPI lebih selektif menentukan penyaluran pinjaman baru selama pandemi untuk mengantisipasi tingginya gagal bayar.

Baca Juga: Tindak 105 Fintech Ilegal, SWI Tingkatkan Koordinasi dengan Polri

"Di masa pandemi Covid-19 ini, tingkat kebutuhan dana masyarakat semakin meningkat. Inilah yang dimanfaatkan pelaku fintech ilegal yang mengiming-imingi pinjaman dengan syarat-syarat yang sangat mudah. Namun, ujung-ujungnya akan merugikan masyarakat karena fintech ilegal ini sering menyalahgunakan data-data peminjamnya," kata Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko dalam konferensi pers online, Senin (13/7/2020).

Berdasarkan penemuan Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK sepanjang Juni 2020, SWI berhasil menemukan 105 fintech P2P lending ilegal yang menawarkan pinjaman ke masyarakat melalui aplikasi dan pesan singkat di telepon genggam. Total fintech P2P lending ilegal yang telah ditangani SWI sejak 2018 hingga sekarang sebanyak 2.591 entitas.

Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI Tumbur Pardede mengingatkan masyarakat agar sebelum meminjam, peminjam perlu memastikan pihak yang menawarkan pinjaman online tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.

"Cek dahulu legalitasnya sebelum menggunakan jasa fintech P2P lending, yang legal itu harus terdaftar di OJK dan sudah menjadi anggota AFPI. AFPI sebagai asosiasi resmi dan mitra OJK memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada anggota bila terbukti melanggar aturan dan kode etik," tegas Tumbur.

AFPI sangat menunggu adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Untuk saat ini, sebagai bagian dari perlindungan terhadap industri fintech P2P lending, AFPI memiliki pusat data fintech atau Fintech Data Center (FDC) yang bermanfaat untuk meminimalisasi penyalahgunaan data konsumen. 

"AFPI ingin meminimalisasi tingkat fraud dan mencegah efek negatif dari industri ini, dan saat ini AFPI telah memiliki FDC serta code of conduct atau kode etik yang mengatur semua anggota," tambah Sunu.

Sunu menambahkan, anggota dari AFPI dan fintech legal hanya diizinkan untuk mengakses data dari pengguna berupa kamera, mikrofon, dan lokasi.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement