Senin 13 Jul 2020 18:11 WIB

Sudan Cabut Larangan Pindah Agama dan Hapus Sebutan „Negara Islam“ dari Konstitusi

Setelah puluhan tahun pemerintahan otoriter rezim militer, pemerintah transisi Sudan mereformasi serangkaian UU yang represif. Hukuman mati bagi mereka yang meninggalkan agama Islam dicabut.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/AA/O. Erdem
picture-alliance/AA/O. Erdem

Setelah puluhan tahun di bawah kekuasaan rezim militer yang otoriter dan silih berganti melakukan kudeta, pemerintahan transisi di Sudan kini melakukan serangkaian reformasi hukum.

Menteri Kehakiman Sudan Nasredeen Abdulbari antara lain mengatakan, pemerintahan transisi telah mencabut UU yang mengancam hukuman mati kepada mereka yang memutuskan untuk meninggalkan agama Islam.

"Tidak ada lagi yang berhak menuduh orang atau kelompok sebagai kafir ... ini mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat dan mengarah pada pembunuhan balas dendam," kata Nasredeen Abdulbari.

Aksi protes minggu lalu kembali meluas di Khartoum menuntut janji-janji reformasi pemerintahan transisi.

Larangan praktik sunat perempuan dengan mutilasi alat kelamin

Perubahan di Sudan terjadi setelah pimpinan Sudan Omar al-Bashir digulingkan April 2019 menyusul protes massa terhadap pemerintahan otoriter yang didukung militer. Setelah itu pemerintahan transisi dibentuk sebagai kesepakatan kubu pemrotes dan para jenderal militer.

Pemerintahan transisi sejauh ini sudah melakukan serangkaian reformasi dan sedang menyiapkan rancangan konstitusi yang baru.

Menteri Kehakiman Nasredeen Abdul juga mengatakan, Sudan juga akan melarang mutilasi alat kelamin perempuan dalam praktik sunat perempuan. Menurut laporan UNICEF tahun 2014, tingkat prevalensi mutilasi kelamin perempuan di Sudan mencapai 86,6%.

Selain itu, perempuan juga tidak memerlukan lagi izin dari anggota keluarga laki-laki mereka untuk bepergian dengan anak-anak mereka.

Menuju negara sekuler

Konstitusi yang baru akan menghapus sebutan “Negara Islam“ bagi Sudan. Sudan juga mengizinkan penduduk non-Muslim untuk mengkonsumsi alkohol.

Sudan sekarang "mengizinkan non-Muslim untuk mengkonsumsi alkohol dengan syarat tidak mengganggu perdamaian dan mereka tidak melakukannya di depan umum," kata Nasredeen Abdulbari dalam sebuah wawancara yang disiarkan di televisi pemerintah pada akhir minggu.

Minuman beralkohol dilarang di Sudan sejak mantan Presiden Jaafar Nimeiri memperkenalkan hukum Islam pada tahun 1983, dengan tindakan simbolis melemparkan botol wiski ke sungai Nil di ibukota Khartoum.

Mayoritas penduduk Sudan memeluk agama Islam, tetapi ada juga kelompok minoritas yang beragama Kristen.

hp/vlz (rtr, afp)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement