Ahad 12 Jul 2020 15:59 WIB

Kisah Pak Polisi dan Misteri Korban Covid

Jumlah jenazah yang dikuburkan dengan protokol Covid-19 di Malang melonjak.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Fitriyan Zamzami
Petugas melakukan prosesi pemakaman jenazah Covid-19 di Kota Malang.
Foto: Dok. Pribadi/Sutiono
Petugas melakukan prosesi pemakaman jenazah Covid-19 di Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Wilda Fizriyani

Bertatap muka melalui layar ponsel. Sementara hanya itu yang bisa dilakukan Sutiono untuk menyampaikan kerinduannya kepada keluarga. Semenjak pandemi Covid-19, pria berusia 49 tahun ini sulit bertemu dengan istri dan keempat anaknya di Probolinggo, Jawa Timur (Jatim).

Komisaris Polisi Sutiono merupakan salah satu aparat penegak hukum yang terlibat dalam tim pemakaman jenazah Covid-19 di Kota Malang. Sebelum resmi menjadi tim tersebut, Kepala Satuan Intelkam, Polresta Malang Kota (Makota) ini telah bersentuhan dengan dunia tersebut. Ia sering dimintai bantuan mengantarkan jenazah saat terkendala mobil ambulans di akhir pekan.

Sutiono mulai berhadapan dengan jenazah Covid-19 sekitar pertengahan April 2020. Permohonan bantuan pemakaman membuat Sutiono dan tim bingung karena belum memiliki Alat Pelindung Diri (APD) yang mumpuni. Sampai akhirnya mereka berhasil memperoleh 10 set APD hasil jual-beli di Malang. 

"Kemudian saya dengan teman mengambil jenazahnya itu di (Kota) Batu. Kami waktu itu berempat, belum ada (yang lain). Kita hanya membantu saja," jelasnya kepada Republika.co.id di Mapolresta Makota, baru-baru ini.

Jenazah Covid-19 dibawa Sutiono dan tim dari Kota Batu ke pemakaman Malang. Saat itu, jenazah tidak memakai peti tapi plastik polybag. Kondisi yang benar-benar terbatas dibandingkan pemakaman Covid-19 saat ini. 

Tak lama kemudian muncul perintah Kapolda Jatim untuk membentuk tim pemulasaraan Covid-19. Kapolres Malang Kotapun menawarkan jajarannya untuk menjadi sukarelawan di tim tersebut. Tanpa ada tekanan apapun, Sutiono dan lima teman lainnya mengajukan diri menjadi tim pemulasaraan.

photo
Petugas kelelahan usai melakukan prosesi pemakaman jenazah Covid-19 di Kota Malang, pekan ini. - (Dok. Pribadi/Sutiono)

"Saat diresmikan sudah ada yang meninggal lagi dan alhamdulilah yang nanganinnya banyak dan itu terus (ada pemakaman)," jelasnya.

Semula jadwal pemakaman tidak menganggu waktu kerja Sutiono sebagai polisi. Proses itu bisa dilakukannya setiap sebelum dan setelah pulang kerja. Pasalnya, saat itu jumlah jenazah Covid-19 belum terlalu banyak. 

Jumlah jenazah Covid-19 di Kota Malang semakin banyak sejak memasuki Mei 2020. Itu artinya, Sutiono dan tim semakin sering dimintai pertolongan. Apalagi Kota Malang memiliki empat rumah sakit besar yang setiap waktu selalu melaporkan kematian masyarakat akibat virus corona.

"Misalkan pagi di RS Supraoen, ada malam dari RKZ. Tengah malam ada dari RS Saiful Anwar. Hampir pagi ada lagi dari RS Muhammadiyah," katanya.

Sutiono pernah menerima kiriman lima jenazah Covid-19 dari Malang di akhir pekan. Belum lagi tambahan jenazah lainnya dari Surabaya dan Lumajang. Selama seharian, dia harus memakamkan delapan jenazah hingga membuat tubuhnya lemas.

Kurang lebih 75 jenazah Covid-19 telah dimakamkan Sutiono sejak April hingga Juli. Angka ini belum termasuk hitungan kiriman jenazah dari luar Malang Raya. Jenazah yang dimakamkan tidak hanya pasien terkonfirmasi, tapi juga Orang dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien dalam Pengawasan (PDP).

Jumlah yang dimakamkan Sutiono itu melampaui angka resmi yang dikeluarkan Gugus Tugas Covid-19 Malang. Menurut catata Pemkot Malang, sejauh ini ada 26 yang meninggal dengan status positif Covid-19 dan 44 meninggal dalam status PDP hingga akhir pekan ini. Sedangkan jumlah kasus positif di Malang hingga akhir pekan ini mencapai 326 orang.

Tertidur di pemakaman

Sutiono tak mengetahui benar mengapa jumlah jenazah Covid-19 selalu lebih banyak di akhir pekan. Tak ayal, situasi ini membuatnya sulit beristirahat di rumah. "Jadi gini kita makamkan itu kan enggak semua orang meninggal bareng. Jadi kadang terutama Minggu, meski libur pasti banyak. Kadang saya mikir kenapa setiap Minggu banyak (yang dimakamkan)?" ucap Sutiono.

Saat ini beberapa rumah sakit di Kota Malang sudah ada yang bisa melakukan pemulasaraan sehingga Sutiono dan tim tidak terlibat dalam proses tersebut. Sutiono hanya membantu rumah sakit yang belum memiliki tim pemulasaraan. Biasanya jenazah dari RS kategori tersebut akan dibawa ke RS Saiful Anwar (RSSA) terlebih dahulu untuk diproses.

Menurut Sutiono, proses pemulasaraan jenazah di rumah sakit acap memakan waktu cukup lama. "Nah nunggu siap ini, kami kan biasanya makamkan (jenazah) di Sukun karena misal di RKZ belum siap, maka kami langsung nunggu di situ (Sukun) sampai nunggu siap. Jadi menunggu dengan teman. Kalau sudah lelah, ya kami tidur di situ (makam)," jelas Sutiono.

Hal yang paling menyedihkan justru saat Sutiono dan tim harus memakam jenazah di malam hari. Kondisi itu tidak mungkin membuatnya keluar dari makam untuk sekadar beristirahat di tempat nyaman. Oleh sebab itu, dia dan tim terpaksa beristirahat di pemakaman dengan mencari titik lokasi ternyaman.

Berkat keikhlasannya dalam menolong masyarakat, Sutiono belum lama ini mendapatkan apresiasi dari Kapolda Jatim. Bahkan, dia sempat dihubungi melalui telepon oleh Kapolri Jenderal Idham Azis hingga membuatnya grogi. Saat ditanyai apa keinginannya oleh Kapolri, Sutiono sampai saat ini belum mengetahuinya.

"Bingung mau minta apa, sekarang juga (masih bingung). Kalau bisa ya nambah ilmu, menambah ilmu di dunia kepolisian," jelas pria asal Lamongan ini.

Sutiono hanya berharap seluruh masyarakat bisa tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Sebab, Covid-19 terbukti virus yang berbahaya dan ganas apabila menyerang manusia. Ia teringat betul bagaimana satu keluarga mengucapkan terima kasihnya karena telah membantu memakamkan anggotanya yang terkena Covid-19.

photo
Kepala Satuan Intelkam, Polresta Malang Kota (Makota), Komisaris Polisi Sutiono saat menghubungi keluarganya melalui ponsel di Mapolresta Makota. - ( Wilda Fizriyani/Republika)

"Saya ingat betul dia menyampaikan 'kalau enggak ada bapak polisi, siapa yang menolong kami?'. Itu sampai sekarang (teringat)," ucap Sutiono sambil menahan tangisnya. 

Mendengar aktivitas suaminya, Indira Sandrawati (48) mengaku sempat merasa khawatir atas keselamatan Sutiono. Namun lambat laun, dia dan keempat anaknya mulai menerima risiko pekerjaan suaminya. Ia hanya berharap suami selalu mendapatkan lindungan dari Allah SWT sehingga bisa berkumpul lagi dengan keluarga nantinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement