Ahad 12 Jul 2020 09:15 WIB

Jihad Filantropi Sejahterakan Petani

Hingga akhir tahun ini, akan ada 10 ribu petani yang dibantu terbebas dari rentenir

Rep: Imas Damayanti/ Red: A.Syalaby Ichsan
Petani mengeringkan jagung yang akan dipanen di Desa Handapherang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (10/7/2020). Menurut data Kementerian Pertanian produksi jagung sepanjang tahun 2020 diperkirakan mencapai 24,16 juta ton sedangkan kebutuhan jagung untuk pabrik pakan sebesar 8,5 juta ton dan untuk peternak sebesar 3,48 juta ton.
Foto: ANTARA/ADENG BUSTOMI
Petani mengeringkan jagung yang akan dipanen di Desa Handapherang, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jumat (10/7/2020). Menurut data Kementerian Pertanian produksi jagung sepanjang tahun 2020 diperkirakan mencapai 24,16 juta ton sedangkan kebutuhan jagung untuk pabrik pakan sebesar 8,5 juta ton dan untuk peternak sebesar 3,48 juta ton.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada masa pandemi virus korona jenis baru (Covid-19), sektor pangan merupakan kebutuhan paling utama bagi masyarakat. Namun, kesejahteraan petani masih belum sebesar perannya dalam membantu menguatkan ketahanan pangan nasional.

Untuk itu, sejumlah lembaga filantropi Islam berupaya meningkatkan kesejahteraan petani dan menguatkan ketahanan pangan nasional. Dana umat melalui zakat, infak, dan sedekah (ZIS) itu dialokasikan terhadap program-program yang menyasar pada program jangka dekat hingga program jangka panjang.

Direktur Utama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Arifin Pur wakananta menjelaskan, isu pa ngan merupakan salah satu dari 17 program yang digeluti Baznas sejak beberapa tahun silam. Sektor pangan yang dibidik meliputi per ta nian, peternakan, hingga per ikan an. "Kita berupaya membantu pe tani untuk semakin berdaya saing dan sejahtera. Kami sudah lakukan program ketahanan pangan dan kesejahteraan petani ini sejak be berapa tahun silam," kata Arifin saat dihubungi Republika, belum lama ini.

Peran Baznas dalam penguatan pangan dan kesejahteraan petani, kata dia, menyasar kepada tiga aspek. Bantuan terhadap pemodalan, bantuan terhadap produksi, dan bantuan akses terhadap pasar atau market. Dia mencontohkan, dalam bidang pertanian Baznas berupaya memberdayakan petani untuk mem produksi produk-produk per ta nian yang bernilai tinggi. Yakni dengan mengedukasi serta mem berdayakan petani untuk mem pro duksi suatu komoditas pangan yang nonpestisida.

Berdasarkan catatannya, program produk pertanian non pestisida tersebut telah terwujud di se jumlah wilayah. Antara lain Jawa Ba rat, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Jawa, hingga Papua. Me nurut dia, produk pangan non pes tisida merupakan produk pangan unggulan yang bernilai tinggi dan memiliki daya saing kuat. "Untuk itu, petani-petani yang kita bina dan berdayakan semaksimal mung kin kita arahkan ke produk non pestisida," kata Arifin.

Adapun di sektor peternakan dan perikanan, dia menyebut, Baz nas kerap memberikan pembinaan dan permodalan kepada para pe ter nak dan nelayan. Bantuan dibe rikan dalam bentuk pengadaan pe rahu, pemberian bibit-bibit ikan, pembinaan penangkaran, dan lain sebagainya. Dengan adanya pro gram-program tersebut, dia ber ha rap para petani, peternak, dan ne layan dapat meningkatkan pen da patannya sekaligus dapat menjaga ketahanan pangan nasional. Meng ingat hingga saat ini, Indonesia ma sih mengimpor kebutuhan pangan nya sendiri seperti daging sapi, ba wang putih, hingga beras.

Dia menilai, persoalan pangan merupakan hal yang pelik yang ha rus diselesaikan secara bersamasama. Dengan membantu pem ber dayaan petani dan menguatkan ke tahanan pangan, dia berharap In do nesia dapat menekan importasi pa ngan yang jumlahnya tak sedikit. "Kita berharap dana yang diama natkan umat ini bisa menjadi alat penguat sektor pertanian kita," kata dia.

Manager Program sekaligus Ke tua Masyarakat Produsen Pangan Indonesia (MPPI) Aksi Cepat Tang gap (ACT) Jajang Fadli menga ta kan, program pemberdayaan petani ACT berfokus pada bantuan penga daan pupuk dan pembebasan utang. Menurut dia, tak sedikit dari petani yang terjerat utang dan riba terhadap rentenir. "Latar belakang petani Indonesia ini nggak lepas dari praktek riba dan rentenir. ACT hadir dengan amanat yang diberikan umat untuk membebaskan itu (jeratan dari rentenir)," kata Jajang.

Dia menjelaskan, pada masa pandemi Covid-19, kebutuhan pa ngan masyarakat Indonesia sangat besar. Namun, tingkat kebutuhan tersebut tidak sepadan dengan ke sejahteraan yang didapatkan petani. Praktik riba kian mencekik petani yang memang mem bu tuh kan akses terhadap modal serta ke butuhan pupuk yang mendesak.

Dia mencontohkan, praktik riba di wilayah Blora terjadi ketika rentenir meminjamkan modal pu puk seharga Rp 2.000 per kilogram (kg) kemudian harus dibayarkan gabah oleh petani seharga Rp 5.000 per kg. "Yang paling penting itu kita be baskan dulu mereka (petani) dari praktik-praktik riba ini," ungkap dia.

Adapun akad bantuan yang diberikan oleh ACT berupa akad wakaf. Bantuan pupuk yang di be rikan ketika dikembalikan tidak lah berkurang. Justru dengan adanya pembinaan dan pendampingan, nilai tersebut bertambah dengan ja minan petani terbebas dari utang dan jeratan riba. Berdasarkan catatannya, hingga kini ACT telah meli batkan 800 orang petani yang ter sebar dari Aceh, Sulawesi, hingga Pulau Jawa. Dia menargetkan, hing ga akhir tahun ini akan ada 10 ribu petani yang dapat terbantu terbebaskan dari riba rentenir. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement