Sabtu 11 Jul 2020 13:55 WIB

Penganiayaan Saksi Masuk Pidana? Polisi Tunggu Investigasi

Polda Sumatra Utara telah membuat tim untuk mengusut kasus penganiayaan tersebut.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono
Foto: MGROL75
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan penganiayaan seorang saksi kasus pembunuhan bernama Sarpan di Polsek Percut Sei Tuan, Sumatra Utama diminta agar diusut ke ranah perdilan pidana. Namun, polisi masih menunggu hasil investigasi kasus tersebut.

"Nanti kita tunggu hasil investigasinya, ya, kita tunggu biar tim bekerja," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono menanggapi permintaan berbagai pihak agar kasus itu masuk peradilan.

Baca Juga

Awi menjelaskan, Inspektorat Pengawas Daerah (Itwasda) Polda Sumatra Utara dan Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Sumatra Utara telah membuat tim untuk mengusut kasus tersebut. Ia mengatakan, tim akn melakukan audit investigasi terhadap kebenaran kasus tersebut.

"Kan ada pengakuannya korban, pelaku juga nanti kita dalami. Kan korban dipukuli di dalam tahanan, itu apa memang inisiatif sendiri atau ada yang memerintahkan anggota, kita tunggu (investigasi)," kata Awi menjelaskan.

Sebelumnya Sarpan yang mestinya menjadi saksi justru jadi korban penyiksaan oknum polisi di Polsek Percut Sei Tuan, Sumatera Utara. Ia mendapati pukulan bertubi di bagian mata dan tubuh.  

Dari kasus tersebut, Kapolsek Percut Sei Tuan dicopot. Selain Kapolsek dicopot, ada empat perwira dan luma personel berpangkat Brigadir yang diperiksa terkait kasus penganiayaan ini.

Tak mau berhenti di pencopotan, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (HAM) meminta kasus dugaan penyiksaan atas Sarpan (57 tahun) di tahanan Polsek Percut Sei Tua, Sumatra Utara diusut secara pidana.

Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin mengatakan, pemaksaan pengakuan dalam rangka mendapatkan keterangan saat pemeriksaan oleh aparat hukum bertentangan dengan norma hak asasi manusia (HAM).

Penyiksaan seperti itu dilarang oleh UU No.5/1998 tentang Menentang Penyiksaan dan Tindakan Tidak Manusiawi Lainnya. "Berdasarkan UU tersebut, setiap orang yang melakukan penyiksaan bisa dipidana," kata Amiruddin dalam pernyataannya, Sabtu (11/7).

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga menilai, mestinya polisi pelaku penganiayaan menjalani proses pidana umum. "Tiap kasus yang terduga pelakunya adalah anggota kepolisian, harusnya didorong ke proses peradilan umum. sebagai bukti bahwa semua golongan sama di mata hukum," kata Peneliti KontraS Rivanlee Anandar saat dihubungi Republika, Sabtu (11/9).

Ia menilai pengungkapan kebenaran dari kasus ini bisa menjadi salah satu indikator bagi perbaikan penegakan hukum di Indonesia. Menurut Rivanlee, pencopotan Kapolsek Percut Sei Tuan Kompol Oetnel Sihaan terkait kasus penganiayaan dalam proses pemeriksaan ini tak cukup.

"Ia secara komando memang bertanggung jawab, tapi pencopotan tersebut tidak menutup untuk pelaku diadili secara hukum," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement