Jumat 10 Jul 2020 15:16 WIB

Tak Seperti Jiwasraya, PUPR Jelaskan Pembentukan BP Tapera

BP Tapera disarankan memiliki pengawas tak cuma dari PUPR.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Fuji Pratiwi
Foto udara perumahan di Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kementerian PUPR menyatakan BP Tapera tidak akan seperti Jiwasraya.
Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Foto udara perumahan di Arjasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kementerian PUPR menyatakan BP Tapera tidak akan seperti Jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi V DPR mengkhawatirkan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Masyarakat (BP Tapera) berakhir seperti Jiwasraya. Merespons kekhawatiran tersebut, Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D Heripoerwanto mengatakan, pembentukan BP Tapera tidak begitu saja dimunculkan.

Baca Juga

Selain diatur Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, pengangkatan komisioner dan deputi komisioner BP Tapera juga diatur di sana.

 

Bahkan, pembahasan RUU Tapera juga menyinggung uji kelayakan dan kepatutan para komisioner dan deputi komisioner BP Tapera. "Hanya saja, hal tersebut dibatalkan oleh forum dan penentuannya diserahkan kepada pemerintah," kata Eko dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR, Kamis (9/7). 

Untuk itu, lanjut Eko, pemerintah mengatur pemilihan komisioner dan deputi BP Tapera. Pembentukan komisioner dan deputinya melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2018.

Sebelumnya, Anggota Komisi V DPR Bambang Suryadi mempertanyakan BP Tapera yang lahir bongsor pada Mei 2020. BP Tapera aktif melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. 

"Sebagai badan penyelenggara dam komisioner harusnya di dalamnya indipenden dan ada uji kelayakan dan kepatutan. Seharusnya Komisi V DPR ikut campur seleksi BP Tapera," kata Bambang. 

Sementara itu, Anggota Komisi V DPR Hamka B Kady mengatakan, pengelola BP Tapera harus kredibel dan memiliki kapapabilitas. Hamka menegaskan, jangan sampai uang masyarakat yang dikelola BP Tapera berakhir seperti kasus Juwasraya dan Asabri. 

"Agar tidak hilang, makanya saya harap lembaga keuangan ini harus ada otoritasnya. Jangan dari Kementerian PUPR saja tapi juga ada otoritasnya," ungkap Hamka. 

Hamka memastikan akan membicarakan hal tersebut dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI). Sebab, kata Hamka, meski BP Tapera di bawah Kementerian PUPR tapi tetap sebagai lembaga keuangan sehingga harus diberikan otoritas oleh BI.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement