Kamis 09 Jul 2020 23:02 WIB

Survei: 42,5 Persen Startup dalam Kondisi Buruk Saat Pandemi

Startup diminta membuka diri dan jangan terpaku di ide awal.

Startup (ilustrasi).
Foto: Pixabay
Startup (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Apllikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Pangerapan, meminta para pelaku perusahaan rintisan atau startup jeli menangkap peluang yang ada.

"Berani membuka diri, jangan terpaku di ide awal," ujarnya, Kamis (9/7).      

Survei Katadata terhadap 139 perusahaan rintisan pada Mei-Juni menunjukkan selama pandemi Mei lalu, ada 33 persen startup yang mengatakan kondisi mereka baik atau sangat baik.

Katadata membandingkan data tentang kondisi startup yang disurvei pada akhir 2019 dan pada Mei 2020. Sebanyak 24,5 persen startup menjawab kondisi biasa saja pada Mei lalu. Sebanyak 42,5 persen startup berada dalam kondisi buruk atau sangat buruk.

Sementara itu, pada akhir 2019, hanya 3,6 persen perusahaan rintisan yang berada dalam kondisi buruk atau sangat buruk. Lebih dari separuh, 74,8 persen, startup responden berada dalam kondisi baik atau sangat baik. Perusahaan yang berada dalam kondisi biasa saja sebesar 21,6 persen.

Perubahan dari layanan atau pekerjaan yang semula dilakukan secara manual menjadi digital diyakini bisa membantu perusahaan startup untuk mengatasi tantangan saat pandemi virus corona berlangsung.

"Startup harus tahu betul kegiatannya, lalu mengubah layanan apa yang bisa ditransformasi digital," kata anggota Dewan TIK Nasional, Ashwin Sasongko, dalam webinar Katadata tentang tantangan Startup di Masa Pandemi.

Ashwin membagi perusahaan rintisan ke dalam dua kelompok. Pertama adalah startup yang aktivitasnya tidak digital, namun menggunakan teknologi digital sebagai alat.

Bisnis seperti ini contohnya adalah yang berkaitan dengan makanan, produksi makanan tetap membutuhkan kegiatan fisik, namun pembayarannya bisa dilakukan secara digital. Banyak bisnis makanan juga yang pemesanannya daring tapi pembayarannya masih konvensional.

Kelompok kedua adalah perusahaan yang memang produk digital, seperti aplikasi atau gim. Jika aktivitas bisnis perusahaan bersifat nondigital, segera tinjau ulang bisnis dan cari tahu apa saja yang bisa diubah ke bentuk digital.

"Supaya lebih efisien, cepat," kata Ashwin.

Sementara bagi yang membuat produk digital, mereka harus cermat melihat peluang apa yang sedang berkembang, misalnya aplikasi apa yang sedang dibutuhkan selama pandemi ini.

                               

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement