Kamis 09 Jul 2020 22:00 WIB

Dewas KPK Diminta Transparan Menangani Laporan Masyarakat

Tanpa transparansi, kepercayaan publik terhadap Dewas KPK akan menurun.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas KPK diminta transparan dalam menangani tiap laporan pelanggaran etik yang dilakukan pegawai KPK
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas KPK diminta transparan dalam menangani tiap laporan pelanggaran etik yang dilakukan pegawai KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta transparan dalam menangani tiap laporan pelanggaran etik yang dilakukan pegawai KPK. Jika tidak dilakukan maka bukan tidak mungkin kepercayaan publik terhadap mereka akan menurun.

"Apabila ini tidak dilakukan, satu pemberitahuan atau pemberian informasi pada masyarakat maka lambat laun masyarakat juga akan mengurangi intensitas laporan dan pengawasan publik," ujar pakar hukum tata negara asal Universitas Udayana, Jimmy Usfunan, kepada wartawan, Kamis (9/7).

Baca Juga

Menurut Jimmy, Dewas KPK semestinya lekas menyampaikan kepada publik seperti apa tindak lanjut proses dari laporan-laporan yang telah publik sampaikan. Dewas KPK, kata dia, juga harus menjelaskan alasan soal kasus-kasus yang didahulukan sementara laporan yang lebih lama belum bisa dilakukan tindak lanjutnya.

"Hal-hal semacam ini yang perlu disampaikan kepada publik sehingga keberadaan Dewas KPK tetap mendapatkan kepercayaan publik yang baik dalam menjalankan tugas dan fungsinya," kata dia.

Dia menerangkan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 19 tahun 2019, keberadaan Dewas KPK lebih kepada kontrol pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Karena itu, Dewas KPK bertugas menyusun dan menetapkan kode etik, menerima laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik pimpinan maupun pegawai KPK, serta menyelenggarakan sidang yang diduga pelanggaran etik itu sendiri.

"Nah secara internal sudah diatur dalam peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020 tentang tata cara pemeriksaan dalam pelanggaran kode etik. Yang pada dasarnya mengatur dua mekanisme, adanya mekanisme pemeriksaan pendahuluan dan mekanisme sidang etik," jelas dia.

Kendati demikian, ia mengakui melihat adanya kelemahan dalam peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020 itu. Menurut dia, aturan itu tidak mengatur berapa lama jangka waktu antara masuknya laporan dari masyarakat terhadap dugaan pelanggaran kode etik dengan tindak lanjut melakukan pemeriksaan pendahuluan.

"Hal-hal ini menjadi persoalan yang riskan dan berpotensi pada kepercayaan publik yang akan semakin menurun pada kinerja Dewas itu sendiri," ujar Jimmy.

Pada kesempatan itu, dia juga mengingatkan Dewas KPK untuk bekerja secara independen. Hal tersebut telah diatur dalam peraturan tentang Dewas KPK. 

Dewas KPK juga perlu untuk bersikap tegas, rasional, berkeadilan, tidak memihak, dan transparan dalam mengambil keputusan yang objektif. "Ketika tidak adanya informasi yang transparan kepada publik mengenai proses yang telah dilakukan oleh Dewas maka kecenderungan publik akan menganggap Dewas bersikap tidak independen. Padahal konstruksi dalam UU KPK itu menempatkan Dewas KPK itu bersikap independen dan betul-betul melakukan suatu kontrol," jelas dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement