Kamis 09 Jul 2020 15:22 WIB

Siswa Sekolah di Hong Kong Dilarang Ikut Kegiatan Politik

Ribuan siswa Hong Kong pada tahun lalu terlibat dalam aksi pro-demokrasi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Para pemrotes yang ditahan dan siswa-siswa sekolah menengah menghadapi tembok sambil menunggu polisi merekam identitas mereka di Mongkok, Hong Kong, Rabu (27/5). Ribuan pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan pro-demokrasi dan menghina polisi di Hong Kong sebelum para pembuat undang-undang Rabu kemudian membahas RUU mengkriminalisasi penyalahgunaan lagu kebangsaan Cina di kota semi-otonom.  Foto AP / Kin Cheung
Foto: AP / Kin Cheung
Para pemrotes yang ditahan dan siswa-siswa sekolah menengah menghadapi tembok sambil menunggu polisi merekam identitas mereka di Mongkok, Hong Kong, Rabu (27/5). Ribuan pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan pro-demokrasi dan menghina polisi di Hong Kong sebelum para pembuat undang-undang Rabu kemudian membahas RUU mengkriminalisasi penyalahgunaan lagu kebangsaan Cina di kota semi-otonom. Foto AP / Kin Cheung

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Para siswa di Hong Kong dilarang terlibat dalam kegiatan politik di sekolah, termasuk mengunggah slogan, menyanyi, dan memboikot kelas. Perintah itu diumumkan oleh menteri pendidikan bertepatan dengan pembukaan kantor keamanan nasional China di Hong Kong.

Tahun lalu, ribuan siswa sekolah terlibat dalam aksi pro-demokrasi Hong Kong. Sekitar 1.600 orang ditangkap karena mengikuti aksi demonstrasi yang kerap disertai dengan kekerasan.

Baca Juga

Di sekolah, banyak anak-anak yang menyatakan dukungan mereka terhadap demokrasi dengan menyanyikan lagu Glory to Hong Kong, ketimbang lagu kebangsaan Cina. Menteri Pendidikan, Kevin Yeung mengatakan, sekolah harus membasmi aksi demonstrasi pro-demokrasi. Lagu Glory to Hong Kong berkaitan erat dengan insiden sosial dan politik, kekerasan dan insiden ilegal yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.

"Sekolah tidak boleh membiarkan siswa bermain, bernyanyi atau menyiarkannya di sekolah," ujar Yeung, dilansir BBC.

Selain itu, pihak berwenang mengatakan siswa tidak boleh meneriakkan slogan atau mengungkapkan pesan politik lainnya. Pekan lalu, buku-buku pro-demokrasi telah dihapus dari perpustakaan umum. Pihak berwenang mengatakan, keberadaan buku-buku tersebut akan ditinjau untuk melihat apakah mereka telah melanggar undang-undang keamanan nasional. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement