Kamis 09 Jul 2020 10:26 WIB

Banjir Jepang Tingkatkan Risiko Penyebaran Virus Corona

Ratusan ribu orang mengungsi akibat meluasnya banjir di Jepang.

Seorang gadis berusia empat tahun terlihat ketika ayahnya mengambil barang-barang dari mobil mereka yang hancur oleh air banjir di Hitoyoshi, Prefektur Kumamoto di pulau Kyusu barat daya Jepang, 08 Juli 2020. Di Hitoyoshi, 16 orang dipastikan tewas. Di Fukuoka, Saga, Nagasaki, dan Prefektur Oita di Kyushu, lebih dari 1.000.000 orang telah diperintahkan untuk mengungsi dari 06 hingga 08 Juli 2020.
Foto: EPA-EFE/KIMIMASA MAYAMA
Seorang gadis berusia empat tahun terlihat ketika ayahnya mengambil barang-barang dari mobil mereka yang hancur oleh air banjir di Hitoyoshi, Prefektur Kumamoto di pulau Kyusu barat daya Jepang, 08 Juli 2020. Di Hitoyoshi, 16 orang dipastikan tewas. Di Fukuoka, Saga, Nagasaki, dan Prefektur Oita di Kyushu, lebih dari 1.000.000 orang telah diperintahkan untuk mengungsi dari 06 hingga 08 Juli 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Jepang khawatir terhadap penyebaran virus corona yang berpotensi terjadi di Jepang Selatan. Dalam peristiwa ini, ratusan ribu orang mengungsi akibat meluasnya banjir di wilayah tersebut.

Dalam lima hari terakhir, lebih dari 1,2 juta penduduk Jepang terpaksa meninggalkan rumah mereka di seberang pulau selatan Kyushu. Mereka dievakuasi dan sementara bertahan di gedung sekolah dan fasilitas darurat lainnya.

Baca Juga

Para ahli mengatakan pihak berwenang setempat harus memastikan tindakan pencegahan penyebaran virus corona telah dilakukan. Sebab, banyak di antara para korban banjir merupakan orang tua yang harus berdekatan dengan orang lain.

Tercatat 52 jiwa tewas dan 11 lainnya dinyatakan hilang akibat bencana banjir. Hujan lebat masih mengguyur sebagian besar wilayah Kyushu. Selain banjir di daerah sungai, hujan intensitas deras telah memicu tanah longsor hingga menelan sejumlah rumah.

Operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung, meskipun pihak berwenang mengatakan kemungkinan terburuk bisa saja terjadi lantaran upaya menemukan korban selamat telah berlangsung selama 72 jam.

Di Prefektur Kumamoto, 14 lansia penghuni panti jompo Senjuen hanyut dan tewas akibat arus deras sungai Kuma.

Dalam beberapa tahun terakhir, banjir paling parah terjadi di Prefektur Kumamoto, Oita, Miyazaki, Fukuoka, Nagasaki, dan Saga. Akibat bencana banjir ini, pemerintah pusat telah mengumumkan keadaan darurat tingkat lima, yang merupakan level tertinggi.

Masalah virus corona

"Kami mengecek suhu tubuh seluruh korban banjir saat mereka tiba di pengungsian, dan kami juga meminta mereka untuk sering mencuci tangan dan selalu menjaga jarak dari orang lain, meskipun itu sulit," kata Keniichi Inoue, seorang pejabat di balai kota Amakusa.

Kondisi serupa dialami warga di Kyushu. Sepuluh tempat penampungan telah dibuka di kota Minamata, di mana 20 ribu penduduk telah diminta untuk meninggalkan rumah mereka dan tinggal sementara di gedung olahraga sekolah setempat.

Di Prefektur Kagoshima, pemerintah daerah telah membuka lebih dari 100 tempat pengungsian dan mendesak semua korban banjir untuk tetap menjaga jarak serta menggunakan fasilitas secara teratur.

Kazuhiro Tateda, Presiden Asosiasi Penyakit Menular Jepang dan anggota komite yang dibentuk oleh pemerintah untuk memerangi penyebaran virus corona, mengatakan ada alasan tertentu untuk merasa khawatir.

"Kami sangat prihatin karena orang-orang yang tinggal di fasilitas darurat ini harus berdekatan satu sama lain untuk waktu yang lama, dan itu masalah bear," katanya.

"Satu hal yang patut disyukuri adalah sampai sekarang, kami belum melihat banyak penambahan kasus virus corona, tidak seperti yang terjadi di Tokyo," katanya.

sumber: https://www.dw.com/id/banjir-jepang-tingkatkan-risiko-penyebaran-virus-corona/a-54078812

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement