Kamis 09 Jul 2020 05:55 WIB

Ternyata Eropa Mengenal Cuci Tangan dengan Sabun dari Islam

Barat Eropa mengenal cuci tangan lewat peradaban Islam.

Rep: Siwi Tri Puji B/ Red: Nashih Nashrullah
Barat Eropa mengenal cuci tangan lewat peradaban Islam. Mencuci tangan dengan sabun (ilustrasi)
Foto: topnews.in
Barat Eropa mengenal cuci tangan lewat peradaban Islam. Mencuci tangan dengan sabun (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Pembahasan tentang bersuci tak melulu tentang cara, tapi banyak aspek di dalamnya. Cara atau kaifiat bersuci hanya salah satu bahasan saja. Yang juga penting adalah terkait alat bersuci, jenis najis yang perlu disucikan, benda yang wajib disucikan, dan sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.

Masalah bersuci juga menjadi perhatian para ilmuwan Muslim Abad Pertengahan. Bahkan, alat modern di zamannya serupa wastafel saat ini dirancang dan diciptakan oleh Al Jazari (1136- 1206).

Atas permintaan Sukmân bin Artuk dari Kesultanan Usmaniyah (Ottoman), al-Jazarî menulis sebuah karya dengan judul Al-Jâmi 'Bayna'l-Ilm va'l- 'Amali An-nâfi (Kitab Pengetahuan Perangkat Mekanik). Kitab ini dianggap sebagai dasar dari teknologi mekanik.

Mesin-mesin yang dijelaskan dalam buku ini diklasifikasikan dalam enam kategori, termasuk alat untuk mencuci tangan dan bersuci. Ia mendasarkan alatnya pada teknik vacum dan keseimbangan udara, prinsip-prinsip yang telah dikenal dari tradisi mekanis Yunani.

Buku ini memuat 174 gambar mesin semiotomatis dan mekanik rancangannya. Barubaru ini, sejarawan Inggris Bert Hall telah berhasil membuat kembali salah satu dari desain yang disebut 'mesin cuci tangan otomatis'. Ia meminta bantuan Chris Warrilow, seorang desainer dari Toronto, untuk membuat perangkat dan menun jukkan bahwa alat itu bekerja secara efektif.

Harian The Independent yang terbit di Inggris menyebut, mencuci dan mandi adalah perintah dasar dalam Islam, "Hal yang membuat mereka menyempurnakan resep sabun yang masih kita gunakan sampai sekarang." Orang Mesir kuno memang memiliki sejenis sabun, seperti halnya orang Romawi, tapi menggunakannya lebih sebagai pomade. Orang-orang Arab lah yang menggabungkan minyak nabati dengan natrium hidroksida dan minyak aromatik menjadi sabun.

Pada zaman kejayaan Islam, pembuatan sabun menjadi industri yang mapan. Pusatnya antara lain di Nablus, Fez, Damaskus, dan Aleppo. Resep untuk pembuatan sabun dijelaskan oleh Muhammad ibn Zakariya al-Razi (854–925), yang juga memberikan resep untuk memproduksi gliserin dari minyak zaitun. Di Timur Tengah, sabun diproduksi dari interaksi lemak dari minyak dengan alkali. Di Suriah, sabun diproduksi menggunakan minyak zaitun bersama dengan alkali dan jeruk nipis. Sabun diekspor dari Suriah ke bagian lain dunia Islam dan ke Eropa.

Sebuah dokumen Islam abad ke-12 menggambarkan proses produksi sabun. Di dalamnya disebutkan bahan utama, alkali, yang kemudian menjadi penting untuk kimia modern. Kata alkali sendiri berasal dari bahasa Arab alqaly yang berarti abu.

Shampoo diperkenalkan ke Inggris oleh seorang Muslim yang membuka toko di pinggir laut Brighton pada 1759. Ia kemudian dipekerjakan sebagai tukang cuci rambut Raja George IV dan William IV.

Omong-omong soal sabun untuk bersihbersih badan, Eropa memang baru belakangan mengenalnya. Bahkan, mandi dengan sabun pernah dilarang institusi gereja karena dianggap seperti cara hedonistik dan kaum kafir dari kekaisaran lama. Banyak orang mengikuti saran ini, dan kurangnya kebersihan dan sanitasi saat itu dianggap sebagai kontributor utama penyebaran wabah pes sepanjang 1348-1350 dan penyakit mematikan lainnya.

Banyak yang mengklaim bahwa titik balik penggunaan sabun di benua ini terjadi pada pertengahan abad ke-19. Pada awal Perang Krimea (1854-1857), sebagian besar kematian yang diderita tentara Inggris berasal dari penyakit infeksi, bukan akibat peperangan.

Setelah Florence Nightingale memperkenalkan higiene dan sanitasi di rumah sakit lapangan Inggris pada akhir 1854, angka kematian menurun. Hal yang sama diadopsi pasukan Amerika selama Perang Sipil (1861-1865). Mereka melakukan reformasi higienis di kalangan prajurit, antara lain dengan membiasakan cuci tangan menggunakan sabun dan mandi teratur. Kebiasaan menggunakan sabun selama pertempuran dibawa ke rumah mereka setelah perang selesai.

Hingga kini, mencuci tangan dengan sabun masih disarankan oleh otoritas kesehatan Amerika Serikat untuk mencegah penularan penyakit infeksi. Atas pertimbangan kepraktisan, cuci tangan 'kering' dengan hand sanitizer juga diperkenalkan, terutama di kalangan medis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement