Rabu 08 Jul 2020 21:27 WIB

Meneladani Cara Nabi Ibrahim Mendidik Anak

Orang tua tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak, kecuali hal prinsipil

Rep: Febryan A/ Red: Muhammad Fakhruddin
Meneladani Cara Nabi Ibrahim Mendidik Anak. Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: MgIt03
Meneladani Cara Nabi Ibrahim Mendidik Anak. Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Keberhasilan Nabi Ibrahim AS mendidik anak menjadi sosok yang saleh tampak pada diri Nabi Ismail AS. Keberhasilan itu berkat sejumlah metode pendidikan yang diterapkan Ibrahim, bahkan sejak sang anaknya belum dilahirkan.

Model pendidikan Nabi Ibrahim itu sebenarnya bisa ditelusuri di dalam Alquran. Namun, Muhammad Kosim, Doktor Bidang Pendidikan Islam IAIN IB Padang, dalam esainya untuk Harian Republika (6/10/2014), telah merangkumnnya. Terdapat delapan cara mendidik anak versi Nabi Ibrahim:

Pertama, mengutamakan kesalehan dibandingkan kecantikan dan kekayaan dalam memilih istri. Sebagaimana diketahui, Ismail lahir dari buah pernikahan Ibrahim dengan Siti Hajar, seorang budak.

Kendati seorang budak, yang juga tak cantik apalagi kaya, tapi Siti Hajar adalah hamba yang beriman, berhati mulia, dan berakhlak terpuji. "Memilih istri yang salehah merupakan prasyarat untuk melahirkan anak yang saleh. Sebab, istri akan menjadi madrasah pertama (al-ummu madrasah) bagi anak-anaknya," tulis Kosim.

Kedua, berdoalah agar dikaruniai anak yang saleh. Kendati seorang nabi Allah dan kekasih-Nya (khalilullah), tapi Ibrahim tetap bermunajat agar dikaruniai anak yang saleh. (QS ash-Shafat [37]: 100).

Doa itu, kata Kosim, mengajarkan bahwa mendidik anak tidak bisa dengan usaha belaka, tetapi juga butuh kepasrahan jiwa memohon pertolongan-Nya.

Ketiga, jadilah teladan bagi anak. Kunci sukses model pendidikan Nabi Ibrahim adalah metode keteladanan. Dalam Alquran terdapat dua ayat yang menjelaskan bahwa Ibrahim adalah uswatun hasanah (QS al-Mumtahanah [60]: 4 dan 6) bagi umatnya, termasuk bagi anak-anaknya.

Kosim mengatakan, dalam perkembangan psikologi anak, si kecil cenderung meniru (imitatif) orang-orang sekitarnya, terutama orang tua. "Di sinilah diperlukan keteladanan orang tua, baik soal keimanan, ketaatan beribadah, sikap, maupun perilaku sehari-hari," katanya.

Keempat, pilihlah lingkungan yang baik untuk perkembangan mentalitas anak. Setelah Hajar melahirkan Ismail, Ibrahim mengantarkan mereka ke suatu tempat yang lengang dan tandus bernama Makkah. Lalu, Ibrahim pun bermunajat agar tempat itu diberkahi dan baik untuk perkembangan mentalitas anaknya (QS Ibrahim [14]: 37).

"Jika lingkungan baik, akan mudah membentuk perilaku anak, demikian sebaliknya," ungkap Kosim.

Dalam arti lebih luas, lanjut dia, orang tua mesti mengawasi pergaulan anak-anaknya. Mulai dari memilih sekolah yang memperhatikan pembinaan sikap keberagamaan dan akhlak mulia, hingga memilih lingkungan tempat tinggal yang kondusif dan mendukung perkembangan mentalitas anak ke arah positif.

Kelima, komunikatif dan demokratis dengan anak. Sikap demokratis dan komunikatif Nabi Ibrahim terlihat dari kisah penyembelihan putranya. Ketika Ibrahim mendapat perintah menyembelih anaknya, ia panggil Ismail menggunakan kata "Ya bunayya" atau "Wahai anakku sayang". Kata itu merupakan panggilan penuh kasih sayang, komunikatif antara seorang ayah dan anak.

Sisi demokratisnya tampak ketika Ibrahim meminta pendapat Ismail tentang perintah penyembelihan itu (QS as-Shaffat [37]:102).

Menurut Kosim, pelajaran yang bisa diambil dari cara Ibrahim itu adalah bahwa orang tua tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak, kecuali hal prinsipil seperti ketaatan beragama. "Orang tua juga jangan menampilkan diri sebagai sosok yang ditakuti anak, tetapi jadilah sosok guru yang disayangi, dihormati, dan diidolakan," kata dia.

Keenam, cintailah anak karena Allah. Hal ini tampak ketika Ibrahim rela mengorbankan Ismail ketika diminta Allah untuk menyembelihnya.

"Kisah ini mengajarkan agar mencintai anak semata-mata karena Allah. Sebab, jika kecintaan kepada anak melebihi cinta kepada Allah, malapetaka akan ditimpakan dalam kehidupan keluarga itu (QS al-Taubah [9]: 24)," ujar Kosim.

Ketujuh, libatkan anak saat beribadah. Ibnu Katsir dalam kitab Qishash al-Anbiya’ menjelaskan, Ismail turut membantu Ibrahim mengumpulkan batu untuk membangun Ka'bah yang sebelumnya rusak.

Kedelapan, Ibrahim mempersiapkan anak-anaknya menjadi pemimpin (imam) yang diiringi doa. Ibrahim mendidik anaknya menjadi anak yang berlaku adil, bukan bersifat zalim, baik zalim secara akidah, yaitu syirik (QS Luqman [31]: 13) maupun zalim terhadap diri sendiri karena melanggar perintah atau melaksanakan larangan Tuhan (QS al-A’raf [9]: 23).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement