Rabu 08 Jul 2020 14:54 WIB

Moderasi Beragama, Berbeda Pendapat tak Dianggap Lawan

Moderasi beragama ini harus digalakkan terutama di kalangan generasi milenial.

 Dai dan daiyah MUI mengikrarkan Islam Wasathiyah Indonesia dalam kegiatan Halaqah Dakwah Nasional yang diselenggarakan oleh Komisi Dakwah MUI di Jakarta Pusat, Senin (13/11) malam.
Foto: Republika/Muhyiddin
Dai dan daiyah MUI mengikrarkan Islam Wasathiyah Indonesia dalam kegiatan Halaqah Dakwah Nasional yang diselenggarakan oleh Komisi Dakwah MUI di Jakarta Pusat, Senin (13/11) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gejala radikalisasi yang menyasar generasi muda atau generasi milenial seringkali dimulai dengan pemahaman yang dangkal terhadap ajaran agama. Karena itulah, penanaman dan pengembangan Islam Wasathiyah di kalangan generasi muda menjadi sangat penting sebagai cara pandang mereka dalam memahami dan mendalami Islam.

Presiden Lajnah Tanfidziyah (LT) dari Syarikat Islam Indonesia,  KH Muflich Chalif Ibrahim mengatakan bahwa menerapkan moderasi beragama ini sangat diperlukan, apalagi bagi generasi muda. Ini sebagai upaya untuk mengajarkan agama itu bukan hanya untuk membentuk individu yang saleh secara personal, tetapi juga mampu menjadikan paham agamanya sebagai instrumen untuk menghargai umat agama lain.

"Yang pas memang ya moderasi beragama dengan menerapkan Wasathiyah itu karena artinya kita dapat menerima perbedaan yang ada. Tapi tetap masalah utama seperti yang juga pernah saya sampaikan di kantor Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) beberapa pekan lalu seperti masalah kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan ini juga harus diselesaikan,” ujar KH Muflich Chalif Ibrahim di Jakarta beberapa waktu lalu.

Namun demikian, menurut Muflich, moderasi beragama ini harus digalakkan terutama di kalangan generasi milenial. Ini agar para generasi milenial ini juga dapat menerima perbedaan yang ada termasuk perbedaan pendapat yang ada di internal Islam sendiri.

"Yang kita tahu sekarang ada orang yang berbeda pandangan politik, berbeda pendapat itu dianggap lawan, padahal harusnya tidak seperti itu. Sedangkan yang kita tahu dan kita alami dengan tokoh-tokoh dimasa peralihan orde baru, perbedaan pendapat itu betul-betul dihargai. Tidak dianggap lawan orang-orang yang berbeda pendapat itu," tutur putra dari mantan anggota MPR-RI, HM Chasab Ibrahim itu.  

Muflich pun juga mengungkapkan keprihatinannya terkait masih adanya perbedaan pandangan baik pandangan politik maupun beda terhadap pandangan ideologi bangsa ini yang tidak dapat diterima oleh sebagian kalangan ataupun kelompok tertentu.

"Saya juga prihatin ada banyak orang yang memiliki perbedaan pendapat dan pandangan politik justru dikatakan anti Pancasila, pengkhianat Pancasila, dan sebagainya. Padahal sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita bahwa berdemokrasi dan bermusyawarah itu dengan berdasarkan kemanusiaan. Itu hal yang lumrah," ucap Muflich.

Pria yang juga seorang ulama ini menyampaikan bahwa untuk mewujudkan moderasi beragama khususnya kepada para generasi muda maka para penyelenggara negara juga harus memberikan contoh atau keteladanan kepada mereka. Karena masyarakat, utamanya para generasi muda tentunya pasti akan melihat hal-hal apa saja yang dilakukan para pejabat yang ada di negara.

"Menurut saya kita ini butuh keteladanan, contoh nyata dari para pejabat negara. Baik eksekutif, legislatif dan yudikatifnya. Dari tingkat pusat sampai ke daerah. Karena  kalau pejabat negaranya sudah memberikan keteladanan tentunya masyarakat akan lebih mudah mengikutinya apalagi generasi mudanya," katanya.

Muflich menuturkan bahwa mengenalkan Islam yang moderat, toleran dan berkeadilan khususnya kepada para generasi muda adalah esensi agama itu sendiri. Karena semua agama sebetulnya tidak membenarkan dan tidak mentolerir mengenai adanya paham radikal terorisme apalagi yang kemudian sampai berujung pada kekerasan dan aksi teror.

"Karena pada hakikatnya, manusia ini sendiri harus memanusiakan manusia. Manusia harus meninggalkan kecenderungan yang tidak manusiawi, kecenderungan seperti hewan, kecenderungan seperti syaitan dan lain sebagainya," kata Muflich.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement