Rabu 08 Jul 2020 14:04 WIB

Pengaturan Label Halal dalam RUU Ciptaker Bisa Lebih Baik?

Dalam RUU Ciptaker, ormas Islam lain bisa memberikan sertifikasi halal.

Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembahasan jaminan produk halal (JPH) di dalam Rancangan Undang Undang Ciptakerja memperlihatkan semangat baru dan penuh terobosan. Peraturan ini dinilai juga mengatur agar JPH lebih mudah, murah, cepat dan melibatkan dukungan masyarakat lebih luas.

Hal tersebut disampaikan Dewan Pengurus Perkumpulan Institut Halal dan Baik. Lembaga yang didirikan antara lain oleh (alm) KH Sholahudin Wahid atau Gus Sholah itu menegaskan dukungannya terhadap upaya memperkuat, memudahkan dan mempercepat jaminan produk halal melalui Omnibus Law.

‘’Monopoli MUI dihapus. Dalam RUU Ciptaker, ormas Islam lain bisa memberikan sertifikasi halal. Itu bagus. Kekhawatiran MUI bahwa ini akan menimbulkan ‘konflik fatwa’ kami kira berlebihan dan kurang beralasan,’’ kata Andy Soebjakto Molanggato, ketua Dewan Pengurus Halal Institut, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (8/7).

Andy mengatakan, proses pengesahan RUU Ciptaker memang akan berliku. ‘’Salah satu sebabnya adalah potensi upaya dari pihak-pihak yang kepentingannya dirugikan.  Di antara pihak-pihak yang berpotensi merasa ‘’terganggu’’ kepentingannya, kalau dalam konteks sertifikasi halal, ya MUI dan LPPOM MUI,’’ kata Andy.

Terkait kekhawatiran akan terjadi konflik fatwa dan kebingungan umat jika JPH tidak lagi dalam satu pintu sebagaimana disampaikan MUI, Halal Institut menilai hal itu tidak perlu. Karena substansi, keilmuan dan kapasitas membuat fatwa halal bukan eksklusif milik MUI.

‘’Sejak ratusan tahun lalu ulama-ulama kita di berbagai pesantren atau perguruan tinggi memiliki kapasitas itu. Selain itu, mayoritas ulama dan masyarakat muslim di Indonesia kan mazhabnya Sunni, pengikut Imam Syafi’i. Jadi mereka memiliki pemahaman hampir sama dalam mengkaji kehalalan satu produk,’’ ujarnya.

Pelibatan ormas-ormas Islam mainstream dalam penetapan fatwa halal, dinilai Andy, akan semakin menguatkan dan menggandakan dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan JPH.  Konflik fatwa, kata dia, tidak akan terjadi karena yang akan berlaku adalah satu produk fatwa.

‘’Perlu juga dicatat, fatwa adalah tahap paling akhir dari pemeriksaan halal yang dilakukan auditor halal/LPH. Standarnya ketat. 99,9 persen urusan sertifikasi halal selesai pada tahap pemeriksaan. Fatwa hanya gong penutup saja,’’ jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement