Selasa 07 Jul 2020 01:00 WIB

Petani Muda dan Si Manis-Merah di Kota Naga 

Budidaya buah naga bisa menjadi alternatif ketika petani menanam padi dan jagung.

Rep: Wilda Fizriyani / Red: Agus Yulianto
Komunitas Tani Buah Naga Organik (Kotanaga) di Nganjuk, Jawa Timur (Jatim).
Foto: Dok. Pribadi/Kotanaga
Komunitas Tani Buah Naga Organik (Kotanaga) di Nganjuk, Jawa Timur (Jatim).

REPUBLIKA.CO.ID, Tren petani muda terus bermunculan di era kini di sejumlah daerah. Tak terkecuali di wilayah Dusun Wates, Desa Baron, Kecamatan Baron, Nganjuk, Jawa Timur (Jatim).

Mochamad Sabilil Faroshi Attamimi merupakan satu dari petani muda yang telah memberikan kontribusinya pada masyarakat. Melalui Komunitas Tani Buah Naga Organik (Kotanaga), Faroshi berhasil mengajak masyarakat setempat terlibat dalam budidaya buah naga. Program ini telah dijalankannya sejak 2015 lalu.

Semula Faroshi belajar budidaya buah naga di Banyuwangi, Jatim. Kemudian menciptakan komunitas tersendiri di Nganjuk hingga beranggotakan 50 orang saat ini. 

"Kita berupaya bagaimana buah naga bisa menjadi alternatif ketika petani menanam padi dan jagung," ujar pria kelahiran1995 ini kepada Republika, Senin (6/7).

Sebagian besar petani di kampung halaman Faroshi lebih sering menanam padi dan jagung. Mereka acap memandang buah naga sebagai komoditas murah sehingga kurang diminati. Ditambah lagi, proses pengembangannya dapat menghabiskan waktu delapan bulan.

Tanaman buah naga mulai menghasilkan secara produktif di tahun kedua. Buah berkulit merah ini biasanya panen di sekitar November. Meski menghabiskan waktu cukup lama, modal penanamannya tidak terlalu besar.

Sebagai langkah pengenalan, Faroshi memberikan pemahaman cara menanam buah naga. Kemudian mengajak para petani studi banding di Banyuwangi. Melalui upaya-upaya tersebut, dia berhasil melibatkan petani lokal dalam membudidayakan buah naga.

photo
Berkah Petani Buah Naga Banyuwangi di Tengah Pandemi Covid-19. 

"Alhamdulillah petani merasakan manfaatnya dengan peralatan Rp 25 ribu per tahun untuk satu tanaman bisa menghasilkan lumayan buah naga," jelas lulusan Universitas Abdul Wahab Chasbullah, Jombang, Jatim ini.

Faroshi tidak sekadar menjual buah naga dengan branding sehat dan organik. Dia juga menyediakan olahan buah naga lainnya seperti selai, sari buah, stik dan sebagainya. Produk ini dimunculkan ketika harga buah naga anjlok sehingga diharapkan dapat tetap membantu pemasukan petani.

Faroshi meyakini, prospek pertanian buah naga masih terus diminati masyarakat. Terbukti, ia selalu kekurangan stok saat memperoleh permintaan pasar. Pasalnya, kualitas buah naga yang dimilikinya lebih manis dan tahan lama.

Hasil budidaya buah naga Faroshi acap dikirim ke kota-kota besar di Indonesia. Beberapa di antaranya seperti Surabaya, Bekasi, Jakarta dan lain-lain. "Karena kita branding-nya jual buah naga sehat bahasanya dan mainnya di online," ucap Faroshi.

Di sisi lain, Faroshi mengaku, selalu menerima kunjungan para peneliti dan mahasiswa ketika musim panen tiba. Mereka mencoba belajar dan meneliti tentang budidaya buah naga di wilayahnya. "Jadi ada (kunjungan) anak IIK (Institut Ilmu Kesehatan) Kediri, terus ada anak Trunojoyo, anak UB (Universitas Brawijaya), kemarin baru ada konsultasi dari IPB. Kita malah banyak dari kota datangnya," kata Faroshi.

Petani Ikut Merasakan Manfaat 

Petani Khamim Tohari telah terlibat dalam program Kotanaga sejak Agustus 2015. Keikutsertaannya tidak lepas dari prospek yang dihasilkan dari budidaya buah naga. "Prospek buah naga sehat masih baik karena demand dan stok belum berimbang," katanya.

Buah naga pada dasarnya sebuah tanaman eksotik yang memiliki nilai gizi cukup baik. Buah ini mengandung antioksidan alami sehingga baik untuk kesehatan. Selain sebagai makanan dan obat, buah naga bisa diolah menjadi selai, stik krispi, jenang, dodol, jus, minuman dan sebagainya.

Melihat keunggulan buah naga, tak heran Khamim sangat mendukung gerakan yang dicanangkan Faroshi. Komoditas ini masih relevan untuk digerakkan dalam mengembangkan ekonomi pertanian. Apalagi produk yang diupayakan berupa buah sehat dengan sistem pupuk organik hayati. 

"Karena ini suatu langkah positif, kita dukung dan generasi milenial juga harus cinta pertanian dengan upaya-upaya khusus," jelas pria yang kini berusia 55 tahun tersebut.

Secara umum, Khamim mengaku, mendapatkan keuntungan lebih baik dari budidaya buah naga. Buah naga memiliki nilai jual cukup baik dengan masa buah lebih panjang. Artinya, hasil yang diberikan lebih besar dibandingkan produk jagung dan padi yang sebelumnya digeluti Khamim.

Di sisi lain, Khamim tak menampik, proses pengembangan buah naga tidak mudah. Ketersediaan buah naga sehat dan organik belum bisa mencukupi kebutuhan pasar. Ia juga masih belum mampu menghasilkan buah naga di luar musim karena memerlukan instalasi listrik dan lampu yang berbiaya mahal.

Meski sulit, Khamim beserta para petani yang tergabung di Kotanaga tidak menyerah membudidayakan buah naga. Saat ini mereka tengah mengembangkan buah naga kuning, palora, oranye dan berdaging putih. "Serta rencana agroeduwisata buah dengan petik langsung," ucap Khamim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement