Senin 06 Jul 2020 14:49 WIB

Wabah Pes di China Terdeteksi dari Mongolia

Cina melarang berburu dan memakan hewan pembawa pes

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Dua patung besar Apatosaurus atau yang biasa dikenal dengan Brontosaurus di wilayah perbatasan Cina dengan Mongolia
Foto: xinhua.net
Dua patung besar Apatosaurus atau yang biasa dikenal dengan Brontosaurus di wilayah perbatasan Cina dengan Mongolia

REPUBLIKA.CO.ID, ULAN BATOR -- Wilayah otonomi Mongolia Dalam mengkonfirmasi satu kasus wabah pes. Laporan itu membuat pihak berwenang di China telah meningkatkan tindakan pencegahan masuknya wabah tersebut.

Menurut laporan yang dikutip dari BBC, pasien yang merupakan Bayannur atau gembala dalam kondisi karantina dan masih stabil. Namun, kondisi itu membuat pejabat mengeluarkan peringatan Level 3, tingkat terendah kedua dalam sistem empat tingkat peringatan. Peringatan itu melarang berburu dan memakan hewan yang bisa membawa wabah dan menyerukan kepada publik untuk melaporkan kasus yang dicurigai.

Baca Juga

Wabah yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat mematikan itu pertama kali dilaporkan di sebuah rumah sakit di Banner Tengah Urad, di kota Bayannur, Sabtu (4/7). Hingga saat ini, belum jelas bagaimana atau mengapa pasien dapat terinfeksi pes.

Kasus-kasus penyakit pes dilaporkan secara berkala di seluruh dunia. Madagaskar melaporkan lebih dari 300 kasus selama wabah pada 2017. Pada Mei tahun lalu, dua orang di negara Mongolia meninggal karena pes setelah memakan daging mentah marmut.  

Seorang pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Ulan Bator, ibu kota Mongolia, mengatakan, daging dan ginjal marmut mentah dianggap sebagai obat tradisional untuk kesehatan yang baik, meski memburunya adalah ilegal. Namun, hewan pengerat itu dikenal sebagai pembawa bakteri pes, dan umumnya dikaitkan dengan kasus wabah di Mongolia.

Wabah pes ditandai dengan pembengkakan kelenjar getah bening. Akan sulit untuk mengidentifikasi pada tahap awal karena gejala mirip flu dan biasanya berkembang setelah tiga hingga tujuh hari.

"Tidak seperti di abad ke-14, kita sekarang memiliki pemahaman tentang bagaimana penyakit ini ditularkan," ujar dokter penyakit menular di Stanford Health Care, merujuk wabah yang terkenal dikenal sebagai Black Death, Dr Shanti Kappagoda.

Kappagoda menyatakan, walau pes dapat membunuh manusia, saat ini cara pencegahan sudah diketahui. Terlebih lagi, pasien yang terinfeksi juga dapat diobati dengan antibiotik yang efektif.

Pes pernah menyebabkan sekitar 50 juta orang meninggal dunia di seluruh Afrika, Asia, dan Eropa pada abad ke-14. Wabah terakhir yang menakutkan terjadi di London tahun 1665, menewaskan sekitar seperlima penduduk kota. Pada abad ke-19 terjadi wabah penyakit pes di China dan India, yang menewaskan lebih dari 12 juta. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement