Senin 06 Jul 2020 13:33 WIB
Gus Dur

Asal-usul Gus Dur dan Kisah Rumah Sewaan di Australia

Kisah Gus Dur soal keturunan saat tinggal di Australia.

KH Abdurrahman Wahid (Gus dur) ketika muda tengah membaca.
Foto: wikimedia
KH Abdurrahman Wahid (Gus dur) ketika muda tengah membaca.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fachry Ali MA, Pengamat Sosial Keagamaan

Setiap kali teringat akan rumah sewa saya di kawasan Clayton, saya pasti teringat akan sosok Kia Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sebab, di sanalah Gus Dur pada awal 1990-an,  tinggal ketika ada konferensi tentang Indonesia di Universitas Melbourne, Australia. Rumah itu saya sewa dua pekan lamanya atas saran Mohamad Shobary. Tujuannya agar bisa ditinggali bersama Gus Dur dengan nyaman.

Di dalam sebuah percakapan setelah semua tamu pulang di malam hari Kiai Wahid bicara ringan dan ngobrol bercanda ke sana ke mari. Tapi, malam itu dia bicara serius, yakni tentang asal-usul diri dan keluarganya.

"Kalau dirunut-runut,’" kata Kiai Abdurrahman Wahid, "Saya ini keturunan dari Baghdad. Fachry.’'

Mendengar itu saya tak beri jawaban. Namun, sekilas saya anya melihat Kiai Abdurrahman Wahid menengadahkan kepalanya ke atas —ketika menyampaikan informasi itu.

Ini bukan karena apa-apa, tapi karena rasa kantuk telah menyerang saya. Apalagi malam itu begitu hening. Jarum jam telah melewati pukul 01.00 pagi itu. Clayton, Melbourne telah sepi. Dan memang, tak ada tamu lagi seorang pun malam itu.

Dan kala itu, seperti biasa, mbak Siti Nuriah, isteri saya, dan apa lagi anak-anak lainnya telah lama terlelap. Maka, dengan rasa sungkan, saya pamit ke kamar. Bergabung dengan mereka yang telah terlelap.

Sembilan tahun kemudian, mungkin pada tahun 2000, saya membaca berita pertemuan Presiden Kiai Abdurrahman Wahid dengan para pengusaha Tionghoa di Surabaya. Uniknya, berbeda dengan ceritanya saat tinggal di rumah sewa saya di Melbourne, Kiai Wahid tak lagi mengatakan bila dia keturinan Baghdad.

Dalam kesempatan bertemu pengusaha Tionghoa itu, Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa ia punya garis keturunan atau bernenek moyang Tiongkok. Jadi begitu dengan pernyataan tersebut, ingatan saya langsung berkelabat pada pernyataan Kiai Wahid kala tengah duduk mojok di rumah saya. Pernyataan soal keturunan dia mengingkatkan  percakapan di Clayton di malam sunyi pada 1991 itu.

                                      *****

Lalu bagaimana dengan rumah sewa itu pada masa kini? Beberapa hari lalu ada kiriman kabar melalui media sosial tentang rumah tersebut. Dosen Fakultas Hukum Monash University, Nadirsyah Hosen telah berbaik hati mengirimkan gambar mantan rumah yang saya sewa di Clayton, Melbourne —yang memang dekat dengan kampus Monash University.

Mungkin, karena dekat, ia penasaran tentang tempat tinggal saya itu —setelah menyimak serial kisah Kiai Abdurrahman Wahid (Gus Dur) beberapa hari ini. Dan sumbangan Nadir cukup lengkap. Rumah tersebut di foto mulai dari depan hingga ke halaman belakang.

Cukup jelas bahwa untuk seorang mahasiswa rumah ini terlalu mewah. Gedung ini, atas saran Mohamad Shobary, memang saya sewa khusus untuk mengakomodasikan Kiai Abdurrahman Wahid. Saya senang, rumah itu juga telah menjadi tempat menginap Martin van Bruinessen dan William Liddle, seorang ahli politik dari Ohio State University.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement