Senin 06 Jul 2020 13:17 WIB

Antivirus Eucalyptus Terdaftar Sebagai Produk Jamu Herbal

BPOM sudah mengeluarkan izin edar produk antivirus eucalyptus berbentuk roll on.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Inovasi antivirus berbasis eucalyptus yang diluncurkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi angin segar di tengah pandemi covid-19 yang masih merebak khususnya di Indonesia.
Foto: Kementan
Inovasi antivirus berbasis eucalyptus yang diluncurkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi angin segar di tengah pandemi covid-19 yang masih merebak khususnya di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, menyatakan, produk protitipe antivirus corona berbasis eucalyptus sudah teregistrasi di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai produk jamu herbal. Adapun izin edar sudah terbit untuk produk dalam bentuk roll on dan inhaler dan masih menunggu untuk jenis kalung.

Kepala Balitbangtan Kementan, Fadjry Jufry, mengatakan, berdasarkan registrasi tersebut, produk yang dikembangkan tersebut secara resmi masih pada level produk jamu herbal. Adapun untuk dapat diklaim sebagai antivirus, harus melalui uji klinis yang membutuhkan waktu sekitar 1,5 tahun.

Baca Juga

"Kita sadari produk ini masih perlu uji pra klinis dan uji klinis. Kalau sekarang, sudah teregistrasi di BPOM sebagai jamu. Salah satu manfaatnya untuk melegakan pernafasan," kata Fadjry dalam Konferensi Pers di Bogor, Senin (6/7).

Kendati demikian, Fajdry menerangkan bahwa berdasarkan hasil uji laboratorium, produk spesies tanaman eucalyptus yang diteliti Kementan terbukti berpotensi membunuh virus corona, yakni gamma corona dan beta corona. Adapun, corona virus disease 2019 (Covid-19) masuk ke dalam bagian beta corona.

"Ini hasil laboratorium yang mengatakan. Karena itu produk ini sekaligus menjadi prototipe antivirus yang akan terus kita kembangkan," katanya.

Ia pun mengakui, penelitian yang dilakukan masih cukup singkat yakni sejak Maret 2020 di mana pandemi mulai melanda dunia. Hanya saja meski singkat, hasil penelitian memberikan banyak petunjuk bahwa spesies tanaman eucalyptus juga memiliki potensi.

Khusus untuk izin edar, BPOM sudah mengeluarkan izin untuk produk dalam kemasan roll on dan inhaler. PT Eagle Indopharma sebagai mitra Kementan untuk memproduk massal produk itu ditargetkan bakal mulai memasarkan pada akhir Juli 2020. Adapun untuk jenis kalung belum masih mendapatkan izin edar dan dijadwalkan siap dipasarkan pada Agustus mendatang.

Lebih lanjut, ia menyampaika, eucalyptus sejatinya sudah digunakan turun temurun oleh masyarakat Indonesia sebagai pengobatan alternatif. Yakni digunakan untuk gangguan saluran pernafasan karena punya kemampuan sebagai pelega saluran pernafasan, pengencer dahak, pencegah mual, anti inflamasi, dan efek menenangkan.

Hasil pengujian terhadap beberapa bahan aktif eucalyptus menunjukkan mampu membunuh 80-100 persen virus influenza dan corona.

Sementara itu, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Evi Savitri, menambahkan, lantaran masih terdaftar sebagai produk jamu, kemasan yang akan digunakan tidak akan menggunakan kata-kata antivirus karena masih menjadi prototipe.

Evi mengatakan, Kementan bakal menggandeng Universitas Indonesia dan Universitas Hasanuddin untuk memulai proses uji klinis. Selain itu, pihaknya juga harus mendapatkan persetujuan dari BPOM untuk bisa melakukan uji klinis.

"Kita sudah ajukan persetujuan, metode uji seperti apa. Kalau sudah disetujui baru boleh jalan," ujarnya.  Adapun pada tahap uji klinis nanti tentunya harus melibatkan para dokter dan rumah sakit serta diuji coba langsung kepada pasien yang terpapar Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement