Sabtu 04 Jul 2020 04:10 WIB

Teriak Anti-Hitler, Zionis Israel Justru Berkiblat ke Hitler

Israel menjalakan siasat Hitler yang rasis dan anti-perdamaian.

Israel menjalakan siasat Hitler yang rasis dan anti-perdamaian. Ilustrasi militer Israel.
Foto: The Guardian
Israel menjalakan siasat Hitler yang rasis dan anti-perdamaian. Ilustrasi militer Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, Hal inilah yang sekarang dan di masa datang terjadi di bumi Palestina. Dengan segala cara Israel menjalankan operasi pemusnahan sebuah bangsa, Palestina, agar dapat mengangkangi 'Tanah yang Dijanjikan'.

Tak usahlah sampai dipicu oleh serangan-serangan dari pihak Palestina, rezim Israel sendiri sudah dengan sepenuh inisiatif membunuhi rakyat Palestina, kanak-kanak tak terkecuali.

Baca Juga

Sudah tak terbilang pembongkaran rumah orang Palestina tanpa sebab, atau sebab yang dicari-cari, dan setelah dibongkar tak boleh lagi ditempati si empunya. Kaum zionis Israel berusaha mengenyahkan bangsa Palestina dari muka bumi selamanya.

Kalaulah dunia harus selalu mengenang kekejaman Nazi-Hitler terhadap orang Yahudi, kekejaman Ariel Sharon dan rezimnya terhadap bangsa Palestina pun jelas tak boleh dilupakan dunia. Selalu Israel berusaha menciptakan dalih bahwa mereka merupakan pihak yang terserang, dan operasi yang dilancarkannya adalah pembalasan belaka. 

Padahal apalah yang tidak dilakukannya untuk mencapai maksudnya. Adikuasa seperti Amerika Serikat (AS) saja sudah berapa kali 'dikerjai' Israel dengan akibat rakyat Palestina yang menjadi sasaran pembantaian. Itu sudah diketahui dunia, tetapi ya begitulah, para petinggi Amerika Serikat  tak ada yang berani melontarkan kecaman apalagi menjatuhkan hukuman terhadap si pemfitnah.

Alhasil, strategi Israel ialah menguasai bumi Palestina tetapi tidak menghendaki seorang Palestina pun hidup di bumi itu. Pembunuhan, pembongkaran rumah, pemasangan pagar pemisah yang alurnya bengkak bengkok mencari bagian-bagian tanah Palestina yang subur, semuanya untuk membuat orang Palestina hidup di semacam reservat orang Indian di Amerika Serikat. 

Tanah yang subur sebanyak mungkin direbut, dan orang-orangnya didepak ke bagian yang gersang serta tak mungkin ditanami karena tak ada sumber air di dalamnya. Istilah Sharon tentang penggusuran para pemukim dari Gaza hanyalah dalih untuk dapat mengangkangi lebih banyak wilayah lain di Tepi Barat.

Itulah konsep 'kemerdekaan' bagi Palestina versi Israel: rakyat Palestina hidup terkungkung di tanah gersang, tergantung secara ekonomis kepada Israel, dan tak boleh memiliki daya pertahanan diri. Tak adalah yang bernama Negara Palestina Merdeka yang berdaulat penuh. Yang ada hanyalah sekadar tanah berpagar, dan penghuninya merupakan warga entah kelas berapa, sebab toh tak dibolehkan berdiri sama tinggi dengan orang Yahudi, yang hidup di petak-petak tanah Palestina. Dan, itulah demokrasi yang dibualkan kaum zionis sebagai satu-satunya 'demokrasi' di Timur Tengah, yang dikejar kaum zionis bukanlah demokrasi melainkan supremasi Yahudi.

Sudah berdasawarsa perjuangan bangsa Palestina yang terlalimi  kaum Yahudi yang dibekingi kekuatan-kekuatan dunia. Kalau toh ada pembelaan, tak cukup upaya itu untuk menggeser pendapat para petinggi negara-negara besar untuk mengangkat harkat bangsa yang terpuruk nyaris gepeng oleh tragedi kemanusiaan berkepanjangan. 

Tetapi seperti terbukti di Afrika Selatan, apartheid bisa dihapuskan. Memang bangsa Palestina masih harus berjuang untuk menyejajarkan diri dengan kaum penjajahnya, kaum Yahudi garis keras yang mendominasi rezim Israel, dengan berusaha sekuat tenaga menggalang opini dunia bahwa mereka punya hak penuh atas tanah mereka.

Pernah terlontar gagasan untuk membentuk dua negara, Palestina dan Israel, tetapi dalam perkembangannya, yang dikehendaki Israel nyatanya adalah sebuah negara Yahudi, dan kelompok-kelompok Palestina yang hidup dalam kungkungan pagar tanpa hak apa pun. Kalau mungkin malah bangsa Palestina itu musnah dari muka bumi. Itulah kaum zionis yang terus menerus meneriakkan kekejaman Nazi-Hitler.

*Naskah ini merupakan Tajuk Harian Republika yang diterbitkan pada 6 Oktober 2004

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement