Jumat 03 Jul 2020 08:43 WIB
Gus Dur

Bertemu Gus Dur di Mimpi: Bisakah Sains Menjelaskannya?

Soal mimpi bertemu Gus Dur di Muktamar NU

Presiden Abduurahman Wahid (Gus Dur) semasa muda tengah mengetik artikel.
Foto: Google.com
Presiden Abduurahman Wahid (Gus Dur) semasa muda tengah mengetik artikel.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fachry Ali, Pengamat Sosial Keagamaan.

Kecuali di Situbondo pada 1984, saya selalu hadir dalam setiap muktamar NU setelah itu. Dalam muktamar Yogya 1989 bahkan saya berhasil ‘meloloskan’ Kiai Sahal Mahfudz yang, karena tampaknya tidak kenal beliau, tertahan Banser di pintu masuk. Dengan modal kartu identitas peserta, saya menggandeng Kiai Sahal masuk ke dalam arena muktamar —yang berlangsung di Krapyak itu.

 

Akan tetapi, ketika muktamar NU akan dilaksanakan di Makassar, saya tidak berniat menghadirinya. Alasannya sederhana. Muktamar yg berlangsung di luar Jawa kurang ‘eksotik’.

Mengapa demikian? Jawabnya, karena dalam muktamar NU di Kediri, sebelum di Solo, misalnya, kita masih membaca isi spanduk ‘eksotik’. Misalnya, ‘Jin Baghdad Mendukung Kiai Hasyim Muzadi’. Maka, dlm bayangan saya, muktamar NU di luar Jawa akan kering dalam hal-hal eksotik seperti itu. Inilah yg menjadi alasan mengapa saya tdk berniat menghadiri muktamar NU di Makassar.

Namun demikian, ketika ajang muktamar tersebut baru berlangsung, saya bermimpi bertemu Kiai Abdurrahman Wahid. Wajahnya sangat segar, muda dan putih —seperti yg terlihat akhir 1970-an dan awal 1980-an di LP3ES.

Dalam mimpi itu, Kiai Abdurrahman Wahid menyapa saya: "Hai Fachry. Isterimu mana?"

Saya jawab: ‘Ada Cak Dur. Sedang ke sana.’ (Telunjuk saya menunjuk ke suatu tempat). Lalu Kiai Abdurrahman Wahid memeluk saya seraya mengucapkan: "Alhamdulilah."

Esok harinya, saya ditelpon TVOne. Stasiun tv ini meminta saya menjadi moderator perdebatan para calon Ketum PBNU di arena muktamar Makassar yang akan disiarkan secara langsung oleh TVOne. Memperoleh telpon dan permintaan ini, saya teringat mimpi bertemu Kiai Wahid malam sebelumnya.

"Apakah mimpi itu mengisyaratkan bahwa sang kiai menginginkan saya pergi ke medan muktamar?" tanya saya dalam hati.

Ringkasnya, saya akhirnya terbang juga ke Makassar melalui media TVOne. Di sana, deng an siaran langsung, saya menjadi moderator perdebatan terbuka calon Ketum PBNU —yang antara lain diikuti Ulil Abshar Abdala dan Slamet Effendy Yusuf.

Sepulang dari Makassar, saya telah ditunggu wartawan senior Aboeprijadi Santoso. Tokoh yang bermukim di Amsterdam, Belanda, ini ingin mewawancara saya tentang NU —untuk radio Amsterdam.

Lagi-lagi saya bertanya-tanya dalam hati, "Apakah ini ada hubungannya antara mimpi bertemu Kiai Abdurrahman Wahid dengan kepergian saya ke medan muktamar NU Makassar? Bukankah, seperti saya tulis di atas, saya tak berniat menghadirinya?

Mungkin sains —seperti yang kini ramai didiskusikan di media sosial— bisa menjelaskan hubungan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement