Kamis 02 Jul 2020 19:20 WIB

Enggan Dibohongi Israel, Warga Gaza Tetap Demo Aneksasi

Warga Gaza unjuk rasa tolak aneksasi Tepi Barat.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Warga Gaza unjuk rasa tolak ane ksasi Tepi Barat. Ilustrasi pendukung Hamas unjuk rasa tolak aneksasi Israel Tepi Barat.
Foto: AP/Adel Hana
Warga Gaza unjuk rasa tolak ane ksasi Tepi Barat. Ilustrasi pendukung Hamas unjuk rasa tolak aneksasi Israel Tepi Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Warga Palestina menggelar aksi unjuk rasa di Ramallah dan Kota Gaza untuk mengecam rencana aneksasi di sepertiga Tepi Barat oleh Israel. 

Meski aneksasi tersebut ditunda, para pemrotes yang berjumlah sekitar 150 orang itu menganggap aneksasi masih ada di atas meja.

Baca Juga

Para demonstran membawa poster dan mengibarkan bendera Palestina. Mereka meneriakkan slogan-slogan anti-pendudukan. 

"Saya marah karena ini adalah sejarah yang berulang," kata Zeina Mustafa, seorang siswa berusia 20 tahun dari Ramallah, dilansir dari Aljazirah, Kamis (2/7).

Dia menambahkan, rencana aneksasi itu bencana dan kemunduran. Ini merujuk pada eksodus Palestina 1948 yang membuat lebih dari 700 ribu orang Arab Palestina diusir dari rumah mereka, dan sebuah negara Israel dideklarasikan, lalu pada 1967 Israel mengambil kendali atas Tepi Barat dari Yordania dan Jalur Gaza dari Mesir.

Sementara itu, bagi Belal Gaith, warga Ramallah yang berusia 40 tahun, rencana aneksasi akan mendorong warga Palestina lebih jauh di bawah kondisi pendudukan dan pemerintahan militer. Dia mengatakan, setelah rencana aneksasi diumumkan, itu akan menjadi akhir dari Kesepakatan Oslo.

Hal itu disampaikan merujuk pada perjanjian 1993 yang membentuk Otoritas Palestina (PA) dan memberinya kekuasaan terbatas. 

"Kami berpotensi kehilangan setiap bagian dari tanah kami dan hidup sebagai tahanan di bawah pemerintahan Israel," tambahnya.

Di sisi lain, Israel telah menyatakan penundaan aneksasi. Namun penundaan ini memperlihatkan kurangnya koordinasi dan tidak menunjukkan adanya kesepakatan bersama di pemerintahan Israel. Penundaan tersebut pun disampaikan Menteri Luar Negeri Israel, Gabi Ashkenazi dalam sebuah wawancara radio pada Rabu (1/7) kemarin.

Dia menyebutkan, rencana aneksasi tidak segera terjadi, meski pemerintah koalisi menetapkan 1 Juli untuk memulai proses pencaplokan. Dalam kesempatan itu, Ashkenazi malah meminta pewawancara untuk bertanya lebih lanjut tentang masalah ini kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Sementara itu Perdana Menteri Israel alternatif Benny Gantz pada pekan lalu mengatakan, aneksasi harus menunggu sampai krisis virus corona berakhir, tetapi Netanyahu sendiri mungkin masih ingin terus melanjutkan.

Para pejabat militer dan intelijen Israel telah memperingatkan langkah aneksasi itu dapat menyebabkan pemberontakan di Tepi Barat, yang akan memicu risiko untuk keamanan Israel.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement