Kamis 02 Jul 2020 14:49 WIB

Penjelasan Lapan Terkait Penyatuan Kalender Hijriyah

Upaya penyatuan kalender Hijriyah di Indonesia terus dilakukan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Penjelasan Lapan Terkait Penyatuan Kalender Hijriyah. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) - Thomas Djamaluddin
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penjelasan Lapan Terkait Penyatuan Kalender Hijriyah. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) - Thomas Djamaluddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) sedang berupaya membuat penyatuan kalender Hijriyah. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menjelaskan penyatuan kalender Hijriyah bisa dilakukan dengan tetap mengadopsi metode hisab dan rukyat.

"Kemenag saat ini sedang mengupayakan dan memfasilitasi dialog-dialog antarormas Islam yang tujuannya bisa disatukannya penentuan kalender Hijriyah khususnya di Indonesia," kata Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin kepada Republika.co.id, Kamis (2/7).

Baca Juga

Thomas mengatakan, langkah awal yang sudah dilakukan pada 2017 diadakan Seminar Internasional Fikih Falak. Seminar itu menghasilkan Rekomendasi Jakarta 2017 yang inti isinya ada tiga hal. Pertama, harus ada otoritas tunggal sehingga keputusannya tidak beda-beda.

Kedua, ada kesepakatan kriteria baru. Jadi Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan ormas-ormas Islam lainnya itu kriterianya ditingkatkan sesuai dengan kriteria astronomi. Diusulkan kriteria baru ini ketinggian minimal tiga derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat. 

Ketiga, diusulkan batas tanggal yang disepakati adalah batas tanggal yang berlaku secara internasional, yaitu International Date Line. Jadi bukan lagi batas tanggal di Indonesia.

"Jadi supaya nanti kalau di Indonesia bisa disepakati, maka di tingkat Asia Tenggara ini juga ada tanda-tanda untuk bisa disepakati, jadi negara Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura itu ada kesepakatan teknis untuk menyetujui atau mengadopsi kriteria baru ini," ujarnya.

Thomas mengatakan, kriteria baru ini belum secara formal diputuskan oleh menteri-menteri agama di negara-negara Asia Tenggara. Tapi Malaysia akan menggunakan kriteria baru tersebut.

"Jadi pada 2017 ada Rekomendasi Jakarta, dengan tiga unsur tadi otoritas tunggal, kriteria tunggal, dan garis tanggal internasional," jelasnya.

Ia menyampaikan, upaya penyatuan kalender Hijriyah di Indonesia terus dilakukan. Termasuk pertemuan tim falakiyah pada bulan lalu itu mengupayakan supaya adanya dialog agar bisa mendapatkan satu titik temu.

Supaya Indonesia bisa memformulasikan satu kalender Hijriyah dengan sistem yang bersatu, bukan hanya di tingkat nasional tapi juga di tingkat regional dan global. Inilah yang sedang diupayakan oleh kemenag 

Thomas juga mengatakan, Rekomendasi Jakarta 2017 mengadopsi metode hisab dan rukyat. Jadi dua metode tersebut tidak dipermasalahkan, asalkan kriterianya sama maka Insya Allah hasilnya akan sama

"Kita tidak mungkin memaksa orang yang bisa melakukan rukyat dipaksa harus hisab atau sebaliknya, Rekomendasi Jakarta ini mengusulkan satu sistem kriteria yang mengadopsi kedua-duanya," jelasnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement