Rabu 01 Jul 2020 13:23 WIB

Satu Lagi Perawat di Jatim Positif Covid-19 Meninggal

Sulastri, perawat RSI Surabaya meninggal setelah dinyatakan positif Covid-19.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andri Saubani
Perawat dengan mengenakan pakaian APD (alat pelindung diri) berupa baju Hazmat (Hazardous Material) melayani pasien kedua suspect (terduga penderita) Covid-19 di kamar isolasi khusus RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur. Banyak perawat di Jatim terpapar virus corona dan sebagian meninggal dunia. (ilustrasi)
Foto: Antara/Destyan Sujarwoko
Perawat dengan mengenakan pakaian APD (alat pelindung diri) berupa baju Hazmat (Hazardous Material) melayani pasien kedua suspect (terduga penderita) Covid-19 di kamar isolasi khusus RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur. Banyak perawat di Jatim terpapar virus corona dan sebagian meninggal dunia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jatim, Prof. Nursalam mengungkapkan adanya satu orang perawat di Rumah Sakit Islam (RSI) di Jalan Ahmad Yani, Surabaya, yang meninggal dunia setelah dinyatakan positif Covid-19. Perawat yang meninggal tersebut bernama Sulastri.

Nursalam menyatakan, perawat tersebut meninggal setelah menjalani perawatan di rumah sakit tempatnya bekerja. Menurutnya, dengan meninggalnya Sulastri, hingga saat ini ada 11 perawat di Jawa Timur yang meninggal akibat terpapar Covid-19. Sementara total perawat yang terpapar Covid-19 di Jatim sebanyak 146 orang.

Baca Juga

"Iya yang bersangkutan meninggal positif Covid-19. Total perawat terkonfirmasi positif ada 146 orang. Sementara perawat yang meninggal akibat Covid-19 ada 11 orang," ujar Nursalam dikonfirmasi Republika, Rabu (1/7).

Nursalam mengingatkan, seorang perawat memiliki risiko lebih tinggi terpapar Covid-19 dibanding tenaga kesehatan lainnya. Pasalnya, intensitas kontak perawat dengan pasien Covid-19 lebih tinggi. Di mana perawatlah yang harus memenuhi seluruh kebutuhan pasien selama 24 jam.

"Perawat bekerja 24 Jam memenuhi kebutuhan pasien A sampai Z. Membantu semua tindakan mulai buang air besar dan kecil. Berarti risiko untuk tertular lebih tinggi. Ini bisa menjadi catatan," ujarnya.

Sayangnya, lanjut Nursalam, tingginya risiko pekerjaan perawat ini tidak diimbangi dengan janji tunjangan atau insentif dari pemerintah. Sejauh ini tunjangan untuk para perawat di Jatim baru cair sekitar 30 persen saja.

"Sesuai arahan Presiden Joko Widodo di Jatim saya mendata sekitar 30 persen saja yang sudah dibayarkan insentifnya untuk tenaga perawat maupun yang lain," kata dia.

Nursalam juga meminta tes swab PCR secara berkala minimal 14 hari sekali untuk para perawat. Kemudian menurutnya, perlu penyediaan sarana prasana dan kelengkapan APD, termasuk pengawasan bagi perawat yang bertugas.

"Yang juga perlu saya advokasi adalah pemenuhan kebutuhan dasar terutama dari segi kesehatan, nutrisi, istirahat, vitamin tolong dipenuhi," ujarnya.

 

photo
Gara-Gara Pasien tak Jujur - (Data Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement