Selasa 30 Jun 2020 17:39 WIB

Intel AS Selidiki Dukungan Rusia ke Taliban Sejak 2019

Info Rusia bayar Taliban dikabarkan sudah sampai ke meja Trump.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Gerilyawan Taliban (ilustrasi).
Foto: ap
Gerilyawan Taliban (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Komunitas intelijen Amerika Serikat (AS) menyelidiki serangan konvoi kendaraan militer yang menewaskan tiga personel marinir pada April 2019 lalu. Sebuah bom diletakan di pinggir jalan dan meledak saat rombongan kendaraan tempur AS pulang ke Pangkalan Udara Bagram, pangkalan militer AS terbesar di Afghanistan.

Peristiwa itu juga melukai tiga personel militer AS dan satu kontraktor Afghanistan. Melalui media sosial Twitter, Taliban mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Baca Juga

Pada Selasa (30/6) satu orang pejabat intelijen dan dua lainnya yang mengetahui persoalan ini mengatakan kepada kantor berita Associated Press saat itu intelijen AS mencari tahu apakah serangan dilakukan oleh orang dalam atau yang biasa disebut insiden green-on-blue.  Pejabat intelijen itu menambahkan mulai 2019 mereka juga mencari tahu apakah Rusia memberikan imbalan pada Taliban untuk serangan itu.

Para pejabat tersebut mengatakan sejak awal 2019 Gedung Putih sudah mengetahui Rusia menawarkan imbalan untuk membunuh pasukan AS. Satu tahun lebih awal dari yang dilaporkan sebelumnya.

Temuan tersebut dimasukan ke dalam salah satu arahan harian Presiden AS Donald Trump. Penasihat keamanan nasional saat itu John Bolton memberitahu rekan-rekannya ia sudah mengarahkan presiden mengenai persoalan tersebut. Bolton menolak berkomentar dan Gedung Putih belum menjawab pertanyaan mengenai hal ini.

Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih tidak mengkonfirmasi pernah ada laporan mengenai tawaran Rusia tersebut. Tapi mereka mengatakan setiap hari AS menerima ribuan laporan intelijen yang tunduk di bawah pengawasan ketat.

Lawan politik Trump dalam pemilihan bulan November mendatang, Joe Biden menggunakan acara penggalangan dana online untuk menyerang presiden. Mantan wakil  Barack Obama itu menyebut Trump 'mengkhianati' pasukan Amerika dengan 'serangkaian langkah memalukan dirinya sendiri dan tunduk di hadapan Putin'.

"Saya jijik, seharusnya tidak boleh, tidak pernah boleh mereka mengkhawatirkan ancaman seperti ini; panglima tertinggi menutup mata," kata Biden mengacu pada keluarga anggota militer. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement