Selasa 30 Jun 2020 05:24 WIB

Legislator Minta Pemprov DKI Tinjau Ulang Kebijakan PPDB

Kebijakan PPDB memicu ketidakpuasan publik dengan adanya unjuk rasa, dan pengaduan.

[Ilustrasi] Sejumlah orang tua murid berunjuk rasa di depan kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (29/6/2020). Unjuk rasa yang diikuti ratusan orang tua murid tersebut menuntut penghapusan syarat usia dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
[Ilustrasi] Sejumlah orang tua murid berunjuk rasa di depan kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (29/6/2020). Unjuk rasa yang diikuti ratusan orang tua murid tersebut menuntut penghapusan syarat usia dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X Syaiful Huda meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meninjau ulang kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menerapkan seleksi berdasarkan usia anak untuk jalur zonasi dan afirmasi. Ia menilai ada ketidaksinkronan antara pelaksanaan PPDB di DKI dan aturan Kemendikbud.

"Terjadi ketidaksinkronan proses PPDB di DKI Jakarta dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44/2019 tentang PPDB tingkat TK, SD, SMP, SMP, dan SMK yang membuat banyak calon siswa yang dirugikan," ujar Huda dalam keterangannya di Jakarta, Senin (29/6).

Baca Juga

Dia menjelaskan Komisi X DPR terus melakukan pemantauan terhadap proses PPDB di DKI Jakarta, termasuk menerima berbagai laporan dari orang tua siswa. Berdasarkan hal tersebut diketahui jika ada banyak kejanggalan dalam proses PPDB seperti pengedepanan faktor usia, kuota zonasi yang hanya 40 persen, hingga minimnya sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis PPDB ke publik.

"Kondisi ini memicu ketidakpuasan publik terbukti dengan adanya unjuk rasa, pengaduan ke DPR, hingga ke Ombudsman," jelas dia.

Kejanggalan proses PPDB di DKI Jakarta, lanjut Huda, juga dibuktikan dengan temuan KPAI. Menurutnya dari pengaduan yang diterima KPAI 65 persen di antaranya berasal dari calon siswa/orang tua siswa yang merasa dirugikan dalam PPDB DKI.

Sebagian mereka mengeluh terkait pengarusutamaan usia dalam proses penerimaan calon siswa. Bahkan ada kasus di wilayah Cipinang Muara di mana ada calon siswa tidak bisa diterima di SMP Negeri meski ada 24 sekolah di zona tersebut karena faktor usia.

"Selain itu juga ditemukan keluhan teknis seperti server PPDB online yang lemot, keterlambatan verifikasi data, tidak transparannya panitia PPDB, hingga munculnya dugaan manipulasi data keluarga," terang dia.

Dengan fakta-fakta tersebut, kata Huda, harus ada solusi agar para siswa yang dirugikan dalam proses PPDB tetap mendapatkan kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah negeri di DKI Jakarta. Menurut dia, saat ini tengah digodok kebijakan penambahan kuota dalam rombongan belajar (rombel) di sekolah-sekolah negeri yang ada di Jakarta. 

Namun, menurutnya, kebijakan tersebut bakal tidak akan menampung para siswa yang tersingkir dari PPBD DKI karena alasan usia. "Kalau menambah kuota rombel itu berarti maksimal hanya menampung tambahan empat siswa per kelas dan itu pasti tidak mencukupi," jelas dia.

Dia meminta agar adanya rombel baru. Dengan demikian kuota siswa yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian dapat menampung anak-anak yang kesulitan untuk lolos dalam seleksi PPDB DKI Jakarta.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement